Minggu, 24 Februari 2008

Shifat Salat Nabiyyi- Al Imam Al Alba-niy

Ringkasan Sifat Shalat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam

Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albaani


Perhatian : Tulisan ini hanya ringkasan, bagi pembaca yang ingin mengetahui dalil-dalilnya dipersilahkan merujuk buku aslinya yaitu : "Sifat Shalat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam", oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albaani, dengan edisi Indonesia diterbitkan oleh Media Hidayah - Yogyakarta (edisi revisi).

1. MENGHADAP KA'BAH

1. Apabila anda - wahai Muslim - ingin menunaikan shalat, menghadaplah ke Ka'bah (qiblat) dimanapun anda berada, baik shalat fardlu maupun shalat sunnah, sebab ini termasuk diantara rukun-rukun shalat, dimana shalat tidak sah tanpa rukun ini.

2. Ketentuan menghadap qiblat ini tidak menjadi keharusan lagi bagi 'seorang yang sedang berperang' pada pelaksanaan shalat khauf saat perang berkecamuk dahsyat.

  • Dan tidak menjadi keharusan lagi bagi orang yang tidak sanggup seperti orang yang sakit atau orang yang dalam perahu, kendaraan atau pesawat bila ia khawatir luputnya waktu.
  • Juga tidak menjadi keharusan lagi bagi orang yang shalat sunnah atau witir sedang ia menunggangi hewan atau kendaraan lainnya. Tapi dianjurkan kepadanya - jika hal ini memungkinkan - supaya menghadap ke qiblat pada saat takbiratul ikhram, kemudian setelah itu menghadap ke arah manapun kendaraannya menghadap.

3. Wajib bagi yang melihat Ka'bah untuk menghadap langsung ke porosnya, bagi yang tidak melihatnya maka ia menghadap ke arah Ka'bah.

HUKUM SHALAT TANPA MENGHADAP KA'BAH KARENA KELIRU

4. Apabila shalat tanpa menghadap qiblat karena mendung atau ada penyebab lainnya sesudah melakukan ijtihad dan pilihan, maka shalatnya sah dan tidak perlu diulangi.

5. Apabila datang orang yang dipercaya saat dia shalat, lalu orang yang datang itu memberitahukan kepadanya arah qiblat maka wajib baginya untuk segera menghadap ke arah yang ditunjukkan, dan shalatnya sah.

2. BERDIRI

6. Wajib bagi yang melakukan shalat untuk berdiri, dan ini adalah rukun, kecuali bagi :

  • Orang yang shalat khauf saat perang berkecamuk dengan hebat, maka dibolehkan baginya shalat di atas kendaraannya.
  • Orang yang sakit yang tidak mampu berdiri, maka boleh baginya shalat sambil duduk dan bila tidak mampu diperkenankan sambil berbaring.
  • Orang yang shalat nafilah (sunnah) dibolehkan shalat di atas kendaraan atau sambil duduk jika dia mau, adapun ruku' dan sujudnya cukup dengan isyarat kepalanya, demikian pula orang yang sakit, dan ia menjadikan sujudnya lebih rendah dari ruku'nya.

7. Tidak boleh bagi orang yang shalat sambil duduk meletakkan sesuatu yang agak tinggi dihadapannya sebagai tempat sujud. Akan tetapi cukup menjadikan sujudnya lebih rendah dari ruku'nya -seperti yang kami sebutkan tadi- apabila ia tidak mampu meletakkan dahinya secara langsung ke bumi (lantai).

SHALAT DI KAPAL LAUT ATAU PESAWAT

8. Dibolehkan shalat fardlu di atas kapal laut demikian pula di pesawat.

9. Dibolehkan juga shalat di kapal laut atau pesawat sambil duduk bila khawatir akan jatuh.

10. Boleh juga saat berdiri bertumpu (memegang) pada tiang atau tongkat karena faktor ketuaan atau karena badan yang lemah.

SHALAT SAMBIL BERDIRI DAN DUDUK

11. Dibolehkan shalat lail sambil berdiri atau sambil duduk meski tanpa udzur (penyebab apapun), atau sambil melakukan keduanya. Caranya; ia shalat membaca dalam keadaan duduk dan ketika menjelang ruku' ia berdiri lalu membaca ayat-ayat yang masih tersisa dalam keadaan berdiri. Setelah itu ia ruku' lalu sujud. Kemudian ia melakukan hal yang sama pada rakaat yang kedua.

12. Apabila shalat dalam keadaan duduk, maka ia duduk bersila atau duduk dalam bentuk lain yang memungkinkan seseorang untuk beristirahat.

SHALAT SAMBIL MEMAKAI SANDAL

13. Boleh shalat tanpa memakai sandal dan boleh pula dengan memakai sandal.

14. Tapi yang lebih utama jika sekali waktu shalat sambil memakai sandal dan sekali waktu tidak memakai sandal, sesuai yang lebih gampang dilakukan saat itu, tidak membebani diri dengan harus memakainya dan tidak pula harus melepasnya. Bahkan jika kebetulan telanjang kaki maka shalat dengan kondisi seperti itu, dan bila kebetulan memakai sandal maka shalat sambil memakai sandal. Kecuali dalam kondisi tertentu (terpaksa).

15. Jika kedua sandal dilepas maka tidak boleh diletakkan di samping kanan akan tetapi diletakkan di samping kiri jika tidak ada di samping kirinya seseorang yang shalat, jika ada maka hendaklah diletakkan di depan kakinya, hal yang demikianlah yang sesuai dengan perintah dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. 1)

SHALAT DI ATAS MIMBAR

16. Dibolehkan bagi imam untuk shalat di tempat yang tinggi seperti mimbar dengan tujuan mengajar manusia. Imam berdiri di atas mimbar lalu takbir, kemudian membaca dan ruku' setelah itu turun sambil mundur sehingga memungkinkan untuk sujud ke tanah di depan mimbar, lalu kembali lagi ke atas mimbar dan melakukan hal yang serupa di rakaat berikutnya.

KEWAJIBAN SHALAT MENGHADAP PEMBATAS DAN MENDEKAT KEPADANYA

17. Wajib shalat menghadap tabir pembatas, dan tiada bedanya baik di masjid maupun selain masjid, di masjid yang besar atau yang kecil, berdasarkan kepada keumuman sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Artinya : Janganlah shalat melainkan menghadap pembatas, dan jangan biarkan seseorang lewat di hadapanmu, apabila ia enggan maka perangilah karena sesungguhnya ia bersama pendampingnya". (Maksudnya syaitan).

18. Wajib mendekat ke pembatas karena Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan hal itu.

19. Jarak antara tempat sujud Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan tembok yang dihadapinya seukuran tempat lewat domba. maka barang siapa yang mengamalkan hal itu berarti ia telah mengamalkan batas ukuran yang diwajibkan. 2)

KADAR KETINGGIAN PEMBATAS

20. Wajib pembatas dibuat agak tinggi dari tanah sekadar sejengkal atau dua jengkal berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Artinya : Jika seorang diantara kamu meletakkan di hadapannya sesuatu setinggi ekor pelana 3) (sebagai pembatas) maka shalatlah (menghadapnya), dan jangan ia pedulikan orang yang lewat di balik pembatas".

21. Dan ia menghadap ke pembatas secara langsung, karena hal itu yang termuat dalam konteks hadits tentang perintah untuk shalat menghadap ke pembatas. Adapun bergeser dari posisi pembatas ke kanan atau ke kiri sehingga membuat tidak lurus menghadap langsung ke pembatas maka hal ini tidak sah.

22. Boleh shalat menghadap tongkat yang ditancapkan ke tanah atau yang sepertinya, boleh pula menghadap pohon, tiang, atau isteri yang berbaring di pembaringan sambil berselimut, boleh pula menghadap hewan meskipun unta.

HARAM SHALAT MENGHADAP KE KUBUR

23. Tidak boleh shalat menghadap ke kubur, larangan ini mutlak, baik kubur para nabi maupun selain nabi.

HARAM LEWAT DI DEPAN ORANG YANG SHALAT TERMASUK DI MASJID HARAM

24. Tidak boleh lewat di depan orang yang sedang shalat jika di depannya ada pembatas, dalam hal ini tidak ada perbedaan antara masjid Haram atau masjid-masjid lain, semua sama dalam hal larangan berdasarkan keumuman sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Artinya : Andaikan orang yang lewat di depan orang yang shalat mengetahui akibat perbuatannya maka untuk berdiri selama 40, lebih baik baginya dari pada lewat di depan orang yang sedang shalat". Maksudnya lewat di antara shalat dengan tempat sujudnya. 4)

KEWAJIBAN ORANG YANG SHALAT MENCEGAH ORANG LEWAT DI DEPANNYA MESKIPUN DI MASJID HARAM

25. Tidak boleh bagi orang yang shalat menghadap pembatas membiarkan seseorang lewat di depannya berdasarkan hadits yang telah lalu.

"Artinya : Dan janganlah membiarkan seseorang lewat di depanmu ...".

Dan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Artinya : Jika seseorang diantara kamu shalat menghadap sesuatu pembatas yang menghalanginya dari orang lain, lalu ada yang ingin lewat di depannya, maka hendaklah ia mendorong leher orang yang ingin lewat itu semampunya (dalam riwayat lain : cegahlah dua kali) jika ia enggan maka perangilah karena ia adalah syaithan".

BERJALAN KE DEPAN UNTUK MENCEGAH ORANG LEWAT

26. Boleh maju selangkah atau lebih untuk mencegah yang bukan mukallaf yang lewat di depannya seperti hewan atau anak kecil agar tidak lewat di depannya.

HAL-HAL YANG MEMUTUSKAN SHALAT

27. Di antara fungsi pembatas dalam shalat adalah menjaga orang yang shalat menghadapnya dari kerusakan shalat disebabkan yang lewat di depannya, berbeda dengan yang tidak memakai pembatas, shalatnya bisa terputus bila lewat di depannya wanita dewasa, keledai, atau anjing hitam.

3. NIAT

28. Bagi yang akan shalat harus meniatkan shalat yang akan dilaksanakannya serta menentukan niat dengan hatinya, seperti fardhu zhuhur dan ashar, atau sunnat zhuhur dan ashar. Niat ini merupakan syarat atau rukun shalat. Adapun melafazhkan niat dengan lisan maka ini merupakan bid'ah, menyalahi sunnah, dan tidak ada seorangpun yang menfatwakan hal itu di antara para ulama yang ditokohkan oleh orang-orang yang suka taqlid (fanatik buta).

4. TAKBIR

29. Kemudian memulai shalat dengan membaca. "Allahu Akbar" (Artinya : Allah Maha Besar). Takbir ini merupakan rukun, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Artinya : Pembuka Shalat adalah bersuci, pengharamannya adalah takbir, sedangkan penghalalannya adalah salam". 5)

30. Tidak boleh mengeraskan suara saat takbir di semua shalat, kecuali jika menjadi imam.

31. Boleh bagi muadzin menyampaikan (memperdengarkan) takbir imam kepada jama'ah jika keadaan menghendaki, seperti jika imam sakit, suaranya lemah atau karena banyaknya orang yang shalat.

32. Ma'mum tidak boleh takbir kecuali jika imam telah selesai takbir.

MENGANGKAT KEDUA TANGAN DAN CARA-CARANYA

33. Mengangkat kedua tangan, boleh bersamaan dengan takbir, atau sebelumnya, bahkan boleh sesudah takbir. Kesemuanya ini ada landasannya yang sah dalam sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

34. Mengangkat tangan dengan jari-jari terbuka.

35. Mensejajarkan kedua telapak tangan dengan pundak/bahu, sewaktu-waktu mengangkat lebih tinggi lagi sampai sejajar dengan ujung telinga. 6)

MELETAKKAN KEDUA TANGAN DAN CARA-CARANYA

36. Kemudian meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri sesudah takbir, ini merupakan sunnah (ajaran) para nabi-nabi Alaihimus Shallatu was sallam dan diperintahkan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada para sahabat beliau, sehingga tidak boleh menjulurkannya.

37. Meletakkan tangan kanan di atas punggung tangan kiri dan di atas pergelangan dan lengan.

38. Kadang-kadang menggenggam tangan kiri dengan tangan kanan. 7)

TEMPAT MELETAKKAN TANGAN

39. Keduanya diletakkan di atas dada saja. Laki-laki dan perempuan dalam hal tersebut sama. 8)

40. Tidak meletakkan tangan kanan di atas pinggang.

KHUSU' DAN MELIHAT KE TEMPAT SUJUD

41. Hendaklah berlaku khusu' dalam shalat dan menjauhi segala sesuatu yang dapat melalaikan dari khusu' seperti perhiasan dan lukisan, janganlah shalat saat berhadapan dengan hidangan yang menarik, demikian juga saat menahan berak dan kencing.

42. Memandang ke tempat sujud saat berdiri.

43. Tidak menoleh ke kanan dan ke kiri, karena menoleh adalah curian yang dilakukan oleh syaitan dari shalat seorang hamba.

44. Tidak boleh mengarahkan pandangan ke langit (ke atas).

DO'A ISTIFTAAH (PEMBUKAAN)

45. Kemudian membuka bacaan dengan sebagian do'a-do'a yang sah dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang jumlahnya banyak, yang masyhur diantaranya ialah :

"Subhaanaka Allahumma wa bihamdika, wa tabaarakasmuka, wa ta'alaa jadduka, walaa ilaha ghaiyruka".

"Artinya : Maha Suci Engkau ya Allah, segala puji hanya bagi-Mu, kedudukan-Mu sangat agung, dan tidak ada sembahan yang hak selain Engkau".

Perintah ber-istiftah telah sah dari Nabi, maka sepatutnya diperhatikan untuk diamalkan. 9)

5. QIRAAH (BACAAN)

46. Kemudian wajib berlindung kepada Allah Ta'ala, dan bagi yang meninggalkannya mendapat dosa.

47. Termasuk sunnah jika sewaktu-waktu membaca.

"A'udzu billahi minasy syaiythaanirrajiim, min hamazihi, wa nafakhihi, wa nafasyihi"

"Artinya : Aku berlindung kepada Allah dari syithan yang terkutuk, dari godaannya, dari was-wasnya, serta dari gangguannya".

48. Dan sewaktu-waktu membaca tambahan.

"A'udzu billahis samii-il a'liimi, minasy syaiythaani ......."

"Artinya : Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui, dari syaitan.......".

49. Kemudian membaca basmalah (bismillah) di semua shalat secara sirr (tidak diperdengarkan).

MEMBACA AL-FAATIHAH

50. Kemudian membaca surat Al-Fatihah sepenuhnya termasuk bismillah, ini adalah rukun shalat dimana shalat tak sah jika tidak membaca Al-Fatihah, sehingga wajib bagi orang-orang 'Ajm (non Arab) untuk menghafalnya.

51. Bagi yang tak bisa menghafalnya boleh membaca.

"Subhaanallah, wal hamdulillah walaa ilaha illallah, walaa hauwla wala quwwata illaa billah".

"Artinya : Maha suci Allah, segala puji bagi Allah, tidak ada sembahan yang haq selain Allah, serta tidak ada daya dan kekuatan melainkan karena Allah".

52. Didalam membaca Al-Fatihah, disunnahkan berhenti pada setiap ayat, dengan cara membaca. (Bismillahir-rahmanir-rahiim) lalu berhenti, kemudian membaca. (Alhamdulillahir-rabbil 'aalamiin) lalu berhenti, kemudian membaca. (Ar-rahmanir-rahiim) lalu berhenti, kemudian membaca. (Maaliki yauwmiddiin) lalu berhenti, dan demikian seterusnya. Demikianlah cara membaca Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam seluruhnya. Beliau berhenti di akhir setiap ayat dan tidak menyambungnya dengan ayat sesudahnya meskipun maknanya berkaitan.

53. Boleh membaca (Maaliki) dengan panjang, dan boleh pula (Maliki) dengan pendek.

BACAAN MA'MUM

54. Wajib bagi ma'mum membaca Al-Fatihah di belakang imam yang membaca sirr (tidak terdengar) atau saat imam membaca keras tapi ma'mum tidak mendengar bacaan imam, demikian pula ma'mum membaca Al-Fatihah bila imam berhenti sebentar untuk memberi kesempatan bagi ma'mum yang membacanya. Meskipun kami menganggap bahwa berhentinya imam di tempat ini tidak tsabit dari sunnah. 10)

BACAAN SESUDAH AL-FATIHAH

55. Disunnahkan sesudah membaca Al-Fatihah, membaca surat yang lain atau beberapa ayat pada dua raka'at yang pertama. Hal ini berlaku pula pada shalat jenazah.

56. Kadang-kadang bacaan sesudah Al-Fatihah dipanjangkan kadang pula diringkas karena ada faktor-faktor tertentu seperti safar (bepergian), batuk, sakit, atau karena tangisan anak kecil.

57. Panjang pendeknya bacaan berbeda-beda sesuai dengan shalat yang dilaksanakan. Bacaan pada shalat subuh lebih panjang daripada bacaan shalat fardhu yang lain, setelah itu bacaan pada shalat dzuhur, pada shalat ashar, lalu bacaan pada shalat isya, sedangkan bacaan pada shalat maghrib umumnya diperpendek.

58. Adapun bacaan pada shalat lail lebih panjang dari semua itu.

59. Sunnah membaca lebih panjang pada rakaat pertama dari rakaat yang kedua.

60. Memendekkan dua rakaat terakhir kira-kira setengah dari dua rakaat yang pertama. 11)

61. Membaca Al-Fatihah pada semua rakaat.

62. Disunnahkan pula menambahkan bacaan surat Al-Fatihah dengan surat-surat lain pada dua rakaat yang terakhir.

63. Tidak boleh imam memanjangkan bacaan melebihi dari apa yang disebutkan di dalam sunnah karena yang demikian bisa-bisa memberatkan ma'mum yang tidak mampu seperti orang tua, orang sakit, wanita yang mempunyai anak kecil dan orang yang mempunyai keperluan.

MENGERASKAN DAN MENGECILKAN BACAAN

64. Bacaan dikeraskan pada shalat shubuh, jum'at, dua shalat ied, shalat istisqa, khusuf dan dua rakaat pertama dari shalat maghrib dan isya. Dan dikecilkan (tidak dikeraskan) pada shalat dzuhur, ashar, rakaat ketiga dari shalat maghrib, serta dua rakaat terakhir dari shalat isya.

65. Boleh bagi imam memperdengarkan bacaan ayat pada shalat-shalat sir (yang tidak dikeraskan).

66. Adapun witir dan shalat lail bacaannya kadang tidak dikeraskan dan kadang dikeraskan.

MEMBACA AL-QUR'AN DENGAN TARTIL

67. Sunnah membaca Al-Qur'an secara tartil (sesuai dengan hukum tajwid) tidak terlalu dipanjangkan dan tidak pula terburu-buru, bahkan dibaca secara jelas huruf perhuruf. Sunnah pula menghiasi Al-Qur'an dengan suara serta melagukannya sesuai batas-batas hukum oleh ulama ilmu tajwid. Tidak boleh melagukan Al-Qur'an seperti perbuatan Ahli Bid'ah dan tidak boleh pula seperti nada-nada musik.

68. Disyari'atkan bagi ma'mum untuk membetulkan bacaan imam jika keliru.

6. RUKU'

69. Bila selesai membaca, maka diam sebentar menarik nafas agar bisa teratur.

70. Kemudian mengangkat kedua tangan seperti yang telah dijelaskan terdahulu pada takbiratul ihram.

71. Dan takbir, hukumnya adalah wajib.

72. Lalu ruku' sedapatnya agar persendian bisa menempati posisinya dan setiap anggota badan mengambil tempatnya. Adapun ruku' adalah rukun.

CARA RUKU'

73. Meletakkan kedua tangan di atas lutut dengan sebaik-baiknya, lalu merenggangkan jari-jari seolah-olah menggenggam kedua lutut. Semua itu hukumnya wajib.

74. Mensejajarkan punggung dan meluruskannya, sehingga jika kita menaruh air di punggungnya tidak akan tumpah. Hal ini wajib.

75. Tidak merendahkan kepala dan tidak pula mengangkatnya tapi disejajarkan dengan punggung.

76. Merenggangkan kedua siku dari badan.

77. Mengucapkan saat ruku'. "Subhaana rabbiiyal 'adhiim".

"Artinya : Segala puji bagi Allah yang Maha Agung". tiga kali atau lebih. 12)

MENYAMAKAN PANJANGNYA RUKUN

78. Termasuk sunnah untuk menyamakan panjangnya rukun, diusahakan antara ruku' berdiri dan sesudah ruku', dan duduk diantara dua sujud hampir sama.

79. Tidak boleh membaca Al-Qur'an saat ruku' dan sujud.

I'TIDAL SESUDAH RUKU'

80. Mengangkat punggung dari ruku' dan ini adalah rukun.

81. Dan saat i'tidal mengucapkan . "Syami'allahu-liman hamidah".

"Artinya : Semoga Allah mendengar orang yang memuji-Nya". adapun hukumnya wajib.

82. Mengangkat kedua tangan saat i'tidal seperti dijelaskan terdahulu.

83. Lalu berdiri dengan tegak dan tenang sampai seluruh tulang menempati posisinya. Ini termasuk rukun.

84. Mengucapkan saat berdiri. "Rabbanaa wa lakal hamdu"

"Artinya : Ya tuhan kami bagi-Mu-lah segala puji". 13) Hukumnya adalah wajib bagi setiap orang yang shalat meskipun sebagai imam, karena ini adalah wirid saat berdiri, sedang tasmi (ucapan Sami'allahu liman hamidah) adalah wirid i'tidal (saat bangkit dari ruku' sampai tegak).

85. Menyamakan panjang antara rukun ini dengan ruku' seperti dijelaskan terdahulu.

7. SUJUD

86. Lalu mengucapkan "Allahu Akbar" dan ini wajib.

87. Kadang-kadang sambil mengangkat kedua tangan.

TURUN DENGAN KEDUA TANGAN

88. Lalu turun untuk sujud dengan kedua tangan diletakkan terlebih dahulu sebelum kedua lutut, demikianlah yang diperintahkan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam serta tsabit dari perbuatan beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang untuk menyerupai cara berlututnya unta yang turun dengan kedua lututnya yang terdapat di kaki depan.

89. Apabila sujud -dan ini adalah rukun- bertumpu pada kedua telapak tangan serta melebarkannya.

90. Merapatkan jari jemari.

91. Lalu menghadapkan ke kiblat.

92. Merapatkan kedua tangan sejajar dengan bahu.

93. Kadang-kadang meletakkan keduanya sejajar dengan telinga.

94. Mengangkat kedua lengan dari lantai dan tidak meletakkannya seperti cara anjing. Hukumnya adalah wajib.

95. Menempelkan hidung dan dahi ke lantai, ini termasuk rukun.

96. Menempelkan kedua lutut ke lantai.

97. Demikian pula ujung-ujung jari kaki.

98. Menegakkan kedua kaki, dan semua ini adalah wajib.

99. Menghadapkan ujung-ujung jari ke qiblat.

100. Meletakkan/merapatkan kedua mata kaki.

BERLAKU TEGAK KETIKA SUJUD

101. Wajib berlaku tegak ketika sujud, yaitu tertumpu dengan seimbang pada semua anggota sujud yang terdiri dari : Dahi termasuk hidung, dua telapak tangan, dua lutut dan ujung-ujung jari kedua kaki.

102. Barangsiapa sujud seperti itu berarti telah thuma'ninah, sedangkan thuma'ninah ketika sujud termasuk rukun juga.

103. Mengucapkan ketika sujud. "Subhaana rabbiyal 'alaa"

"Artinya : Maha Suci Rabbku yang Maha Tinggi" diucapkan tiga kali atau lebih.

104. Disukai untuk memperbanyak do'a saat sujud, karena saat itu do'a banyak dikabulkan.

105. Menjadikan sujud sama panjang dengan ruku' seperti diterangkan terdahulu.

106. Boleh sujud langsung di tanah, boleh pula dengan pengalas seperti kain, permadani, tikar dan sebagainya.

107. Tidak boleh membaca Al-Qur'an saat sujud.

IFTIRASY DAN IQ'A KETIKA DUDUK ANTARA DUA SUJUD

108. Kemudian mengangkat kepala sambil takbir, dan hukumnya adalah wajib.

109. Kadang-kadang sambil mengangkat kedua tangan.

110. Lalu duduk dengan tenang sehingga semua tulang kembali ke tempatnya masing-masing, dan ini adalah rukun.

111. Melipat kaki kiri dan mendudukinya. Hukumnya wajib.

112. Menegakkan kaki kanan (sifat duduk seperti No. 111 dan 112 ini disebut Iftirasy).

113. Menghadapkan jari-jari kaki ke kiblat.

114. Boleh iq'a sewaktu-waktu, yaitu duduk di atas kedua tumit.

115. Mengucapkan pada waktu duduk. "Allahummagfirlii, warhamnii' wajburnii', warfa'nii', wa 'aafinii, warjuqnii".

"Artinya : Ya Allah ampunilah aku, syangilah aku, tutuplah kekuranganku, angkatlah derajatku, dan berilah aku afiat dan rezeki".

116. Dapat pula mengucapkan. "Rabbigfirlii, Rabbigfilii".

"Artinya : Ya Allah ampunilah aku, ampunilah aku".

117. Memperpanjang duduk sampai mendekati lama sujud.

SUJUD KEDUA

118. Kemudian takbir, dan hukumnya wajib.

119. Kadang-kadang mengangkat kedua tangannya dengan takbir ini.

120. Lalu sujud yang kedua, ini termasuk rukun juga.

121. Melakukan pada sujud ini apa-apa yang dilakukan pada sujud pertama.

DUDUK ISTIRAHAT

122. Setelah mengangkat kepala dari sujud kedua, dan ingin bangkit ke rakaat yang kedua wajib takbir.

123. Kadang-kadang sambil mengangkat kedua tangannya.

124. Duduk sebentar di atas kaki kiri seperti duduk iftirasy sebelum bangkit berdiri, sekadar selurus tulang menempati tempatnya.

RAKAAT KEDUA

125. Kemudian bangkit raka'at kedua -ini termasuk rukun- sambil menekan ke lantai dengan kedua tangan yang terkepal seperti tukang tepung mengepal kedua tangannya.

126. Melakukan pada raka'at yang kedua seperti apa yang dilakukan pada rakaat pertama.

127. Akan tetapi tidak membaca pada raka'at yang kedua ini do'a iftitah.

128. Memendekkan raka'at kedua dari raka'at yang pertama.

DUDUK TASYAHUD

129. Setelah selesai dari raka'at kedua duduk untuk tasyahud, hukumnya wajib.

130. Duduk iftirasy seperti diterangkan pada duduk diantara dua sujud.

131. Tapi tidak boleh iq'a di tempat ini.

132. Meletakkan tangan kanan sampai siku di atas paha dan lutut kanan, tidak diletakkan jauh darinya.

133. Membentangkan tangan kiri di atas paha dan lutut kiri.

134. Tidak boleh duduk sambil bertumpu pada tangan, khususnya tangan yang kiri.

MENGGERAKKAN TELUNJUK DAN MEMANDANGNYA

135. Menggenggam jari-jari tangan kanan seluruhnya, dan sewaktu-waktu meletakkan ibu jari di atas jari tengah.

136. Kadang-kadang membuat lingkaran ibu jari dengan jari tengah.

137. Mengisyaratkan jari telunjuk ke qiblat.

138. Dan melihat pada telunjuk.

139. Menggerakkan telunjuk sambil berdo'a dari awal tasyahud sampai akhir.

140. Tidak boleh mengisyaratkan dengan jari tangan kiri.

141. Melakukan semua ini di semua tasyahud.

UCAPAN TASYAHUD DAN DO'A SESUDAHNYA

142. Tasyahud adalah wajib, jika lupa harus sujud sahwi.

143. Membaca tasyahud dengan sir (tidak dikeraskan).

144. Dan lafadznya : "At-tahiyyaatu lillah washalawaatu wat-thayyibat, assalamu 'alan - nabiyyi warrahmatullahi wabarakaatuh, assalaamu 'alaiynaa wa'alaa 'ibaadil-llahis-shaalihiin, asyhadu alaa ilaaha illallah, asyhadu anna muhamaddan 'abduhu warasuuluh".

"Artinya : Segala penghormatan bagi Allah, shalawat dan kebaikan serta keselamatan atas Nabi 14) dan rahmat Allah serta berkat-Nya. Keselamatan atas kita dan hamba-hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi bahwa tidak ada sembahan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad hamba dan rasul-Nya".

145. Sesudah itu bershalawat kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan mengucapkan : "Allahumma shalli 'alaa muhammad, wa 'alaa ali muhammad, kamaa shallaiyta 'alaa ibrahiima wa 'alaa ali ibrahiima, innaka hamiidum majiid".

"Allahumma baarik 'alaa muhammaddiw wa'alaa ali muhammadin kamaa baarikta 'alaa ibraahiima wa 'alaa ali ibraahiima, innaka hamiidum majiid".

"Artinya : Ya Allah berilah shalawat atas Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau bershalawat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Mulia.

Ya Allah berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau memberkahi Ibrahim dan keluarga Ibrahim sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Mulia".

146. Dapat juga diringkas sebagai berikut : "Allahumma shalli 'alaa muhammad, wa 'alaa ali muhammad, wabaarik 'alaa muhammadiw wa'alaa ali muhammadin kamaa shallaiyta wabaarikta 'alaa ibraahiim wa'alaa ali ibraahiim, innaka hamiidum majiid".

"Artinya : Ya Allah bershalawatlah kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana engkau bershalawat dan memberkahi Ibrahim dan keluarga Ibrahim sesungguhnya Engkau Terpuji dan Mulia".

147. Kemudian memilih salah satu do'a yang disebutkan dalam kitab dan sunnah yang paling disenangi lalu berdo'a kepada Allah dengannya.

RAKAAT KETIGA DAN KEEMPAT

148. Kemudian takbir, dan hukumnya wajib. Dan sunnah bertakbir dalam keadaan duduk.

149. Kadang-kadang mengangkat kedua tangan.

150. Kemudian bangkit ke raka'at ketiga, ini adalah rukun seperti sebelumnya.

151. Seperti itu pula yang dilakukan bila ingin bangkit ke raka'at yang ke empat.

152. Akan tetapi sebelum bangkit berdiri, duduk sebentar di atas kaki yang kiri (duduk iftirasy) sampai semua tulang menempati tempatnya.

153. Kemudian berdiri sambil bertumpu pada kedua tangan sebagaimana yang dilakukan ketika berdiri ke rakaat kedua.

154. Kemudian membaca pada raka'at ketiga dan keempat surat Al-Fatihah yang merupakan satu kewajiban.

155. Setelah membaca Al-Fatihah, boleh sewaktu-waktu membaca bacaan ayat atau lebih dari satu ayat.

QUNUT NAZILAH DAN TEMPATNYA

156. Disunatkan untuk qunut dan berdo'a untuk kaum muslimin karena adanya satu musibah yang menimpa mereka.

157. Tempatnya adalah setelah mengucapkan : "Rabbana lakal hamdu".

158. Tidak ada do'a qunut yang ditetapkan, tetapi cukup berdo'a dengan do'a yang sesuai dengan musibah yang sedang terjadi.

159. Mengangkat kedua tangan ketika berdo'a.

160. Mengeraskan do'a tersebut apabila sebagai imam.

161. Dan orang yang dibelakangnya mengaminkannya.

162. Apabila telah selesai membaca do'a qunut lalu bertakbir untuk sujud.

QUNUT WITIR, TEMPAT DAN LAFADZNYA

163. Adapun qunut di shalat witir disyari'atkan untuk dilakukan sewaktu-waktu.

164. Tempatnya sebelum ruku', hal ini berbeda dengan qunut nazilah.

165. Mengucapkan do'a berikut : "Allahummah dinii fiiman hadayit, wa 'aafiinii fiiman 'aafayit, watawallanii fiiman tawallayit, wa baariklii fiimaa a'thayit, wa qinii syarra maaqadhayit, fainnaka taqdhii walaa yuqdhaa 'alayika wainnahu laayadzillu maw waalayit walaa ya'izzu man 'aadayit, tabaarakta rabbanaa wata'alayit laa manjaa minka illaa ilayika".

"Artinya : Ya Allah tunjukilah aku pada orang yang engkau tunjuki dan berilah aku afiat pada orang yang Engkau beri afiat. Serahkanlah aku pada orang yang berwali kepada-Mu, berilah aku berkah pada apa yang Engkau berikan kepadaku, lindungilah aku dari keburukan yang Engkau tetapkan, karena Engkau menetapkan, dan tidak ada yang menetapkan untukku. Dan sesungguhnya tidak akan hina orang yang berwali kepada-Mu, dan tidak akan mulia orang yang memusuhi-Mu, Engkau penuh berkah, Wahai Rabb kami dan kedudukan-Mu sangat tinggi, tidak ada tempat berlindung kecuali kepada-Mu".

166. Do'a ini termasuk do'a yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam diperbolehkan karena tsabit dari para shahabat radiyallahu anhum.

167. Kemudian ruku' dan bersujud dua kali seperti terdahulu.

TASYAHUD AKHIR DAN DUDUK TAWARUK

168. Kemudian duduk untuk tasyahud akhir, keduanya adalah wajib.

169. Melakukan pada tasyahud akhir apa yang dilakukan pada tasyahud awal.

170. Selain duduk di sini dengan cara tawaruk yaitu meletakkan pangkal paha kiri ke tanah dan mengeluarkan kedua kaki dari satu arah dan menjadikan kaki kiri ke bawah betis kanan.

171. Menegakkan kaki kanan.

172. Kadang-kadang boleh juga dijulurkan.

173. Menutup lutut kiri dengan tangan kiri yang bertumpu padanya.

KEWAJIBAN SHALAWAT ATAS NABI SHALLALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM DAN BERLINDUNG DARI EMPAT PERKARA

174. Wajib pada tasyahud akhir bershalawat kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagaimana lafadz-lafadznya yang telah kami sebutkan pada tasyahud awal.

175. Kemudian berlindung kepada Allah dari empat perkara, dan mengucapkan : "Allahumma inii a'uwdzubika min 'adzaabi jahannam, wa min 'adzaabil qabri wa min fitnatil mahyaa wal mamaati wa min tsarri fitnatil masyihid dajjal".

"Artinya : Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari siksa Jahannam dan dari siksa kubur, dan dari fitnah orang yang hidup dan orang yang mati serta dari keburukan fitnah masih ad-dajjal". 15)

BERDO'A SEBELUM SALAM

176. Kemudian berdo'a untuk dirinya dengan do'a yang nampak baginya dari do'a-do'a tsabit dalam kitab dan sunnah, dan do'a ini sangat banyak dan baik. Apabila dia tidak menghafal satupun dari do'a-do'a tersebut maka diperbolehkan berdo'a dengan apa yang mudah baginya dan bermanfaat bagi agama dan dunianya.

SALAM DAN MACAM-MACAMNYA

177. Memberi salam ke arah kanan sampai terlihat putih pipinya yang kanan, hal ini adalah rukun.

178. Dan ke arah kiri sampai terlihat putih pipinya yang kiri meskipun pada shalat jenazah.

179. Imam mengeraskan suaranya ketika salam kecuali pada shalat jenazah.

180. Macam-macam cara salam.

  • Pertama mengucapkan "Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuhu" ke arah kanan dan mengucapkan "Assalamu'alaikum warahmatullah" ke arah kiri.
  • Kedua : Seperti di atas tanpa (Wabarakatuh).
  • Ketiga mengucapkan "Assalamu'alaikum warahmatullahi" ke arah kanan dan "Assalamu'alaikum" ke arah kiri.
  • Keempat : Memberi salam dengan satu kali ke depan dengan sedikit miring ke arah kanan.

PENUTUP

Saudaraku seagama.
Inilah yang terjangkau bagiku dalam meringkas sifat shalat nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai satu usaha untuk mendekatkannya kepadamu sehingga engkau mendapatkan satu kejelasan, tergambar dalam benakmu, seakan-akan engkau melihatnya dengan kedua belah matamu. Apabila engkau melaksanakan shalatmu sebagaimana yang aku sifatkan kepadamu tentang shalat nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka aku mengharapkan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala agar menerima shalatmu, karena engkau telah melaksanakan satu perbuatan yang sesuai dengan perkataan nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Artinya : Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat".

Setelah itu satu hal jangan engkau lupakan, agar engkau menghadirkan hatimu dan khusyu' ketika melakukan shalat, karena itu tujuan utama berdirinya sang hamba di hadapan Allah Subahanahu wa Ta'ala, dan sesuai dengan kemampuan yang ada padamu dari apa yang aku sifatkan tentang kekhusu'an serta mengikuti cara shalat nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, sehingga engkau mendapatkan hasil diharapkan sebagaimana yang telah diisyaratkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan firman-Nya.

"Artinya : Sesungguhnya shalat mencegah dari perbuatan keji dan munkar".

Akhirnya. Aku memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala agar menerima shalat kita dan amal kita secara keseluruhan, dan menyimpan pahala shalat kita sampai kita bertemu dengan-Nya. "Di hari tidak bermanfaat lagi harta dan anak-anak kecuali yang datang dengan hati yang suci". Dan segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.

Disalin dari buku Ringkasan Sifat Shalat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, yang diterbitkan oleh Lembaga Ilmiah Masjid At-Taqwa Rawalumbu Bekasi Timur. Penerjemah : Amiruddin Abd. Djalil dan M.Dahri.

Footnote :
Footnote :
1. Saya (Al-Albaani) berkata: disini terdapat isyarat yang halus untuk tidak meletakkan sandal di depan. Adab inilah yang banyak disepelekan oleh kebanyakan orang yang shalat, sehingga Anda menyaksikan sendiri diantara mereka yang shalat menghadap ke sandal-sandal.
2. Saya (Al-Albaani) berkata: dari sini kita tahu bahwa apa yang dilakukan oleh banyak orang di setiap masjid seperti yang saya saksikan di Suriah dan negeri-negeri lain yaitu shalat di tengah masjid jauh dari dinding atau tiang adalah kelalaian terhadap perintah dan perbuatan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.
3. Yaitu kayu yang dipasang di bagian belakang pelana angkutan di punggung unta. Di dalam hadits ini terdapat isyarat bahwa: mengaris di atas tanah tidak cukup untuk dijadikan sebagai garis pembatas, karena hadits yang meriwayatkan tentang itu lemah.
4. Adapun hadits yang disebutkan dalam kitab "Haasyiatul Mathaaf" bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam shalat tanpa menghadap pembatas dan orang-orang lewat di depannya, adalah hadits yang tidak shahih, lagi pula tidak ada keterangan di hadits tersebut bahwa mereka lewat diantara beliau dengan tempat sujudnya.
5. "Pengharaman" maksudnya : haramnya beberapa perbuatan yang diharamkan oleh Allah di dalam shalat. "Penghalal" maksudnya : halalnya beberapa perbuatan yang dihalalkan oleh Allah di luar shalat.
6. Saya (Al-Albaani) berkata : adapun menyentuh kedua anak telinga dengan ibu jari, maka perbuatan ini tidak ada landasannya di dalam sunnah Nabi, bahkan hal ini hanya mendatangkan was-was.
7. Adapun yang dianggap baik oleh sebagian orang-orang terbelakang, yaitu menggabungkan antara meletakkan dan menggenggam dalam waktu yang bersamaan, maka amalan itu tidak ada dasarnya.
8. Saya (Al-Albaani) berkata : amalan meletakkan kedua tangan selain di dada hanya ada dua kemungkinan; dalilnya lemah, atau tidak ada dalilnya sama sekali.
9. Barang siapa yang ingin membaca do'a-do'a istiftah yang lain, silahkan merujuk kitab : "Sifat Shalat Nabi".
10. Saya telah sebutkan landasan orang yang berpendapat demikian, dan alasan yang dijadikan landasan untuk menolaknya di kitab Silsilah Hadits Dho'if No. 546 dan 547.
11. Perincian tentang ini, lihat Sifat Shalat hal 106-125 cet. ke 6 dan ke 7
12. Masih ada dzikir-dzikir yang lain untuk dibaca pada ruku' ini, ada dzikir yang panjang, ada yang sedang, dan ada yang pendek, lihat kembali kitab Sifat Shalat Nabi.
13. Masih ada dzikir-dzikir yang lain untuk dibaca pada ruku' ini, ada dzikir yang panjang, ada yang sedang, dan ada yang pendek, lihat kembali kitab Sifat Shalat Nabi.
14. Ini adalah yang disyariatkan sesudah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam wafat dan tsabit dalilnya diriwayatkan Ibnu Mas'ud, Aisyah, Ibnu Zubair dan Ibnu Abas Radhiyallahu 'anhu, barang siapa yang ingin penjelasan lebih lengkap lihat kitab Sifat Shalat.
15. Fitnah orang hidup adalah segala yang menimpa manusia dalam hidupnya seperti fitnah dunia dan syahwat, fitnah orang yang mati adalah fitnah kubur dan pertanyaan dua malaikat, dan fitnah masih ad-dajjal apa yang nampak padanya dari kejadian-kejadian yang luar biasa yang banyak menyesatkan manusia dan menyebabkan mereka mengikuti da'wahnya tentang ketuhanannya.

Selasa, 19 Februari 2008

Mengapa memilih manhaj salaf

AS-SALAFIYAH, FIRQATUN NAJIYAH (GOLONGAN YANG SELAMAT) DAN THAIFATUL MANSHURAH (KELOMPOK YANG MENANG)

Oleh
Syaikh Abu Usamah Salim bin 'Ied Al-Hilaaly
Bagian Pertama dari Tujuh Tulisan [1/7]

[1]. Firqatun Najiyah (Golongan Yang Selamat) dan Thaifatul Manshurah (Kelompok Yan Menang)

Pembahasan tentang Firqatun Najiyah (golongan yang selamat) dan Thaifatul Manshurah (kelompok yang menang) meliputi beberapa sisi :

Pertama.
Hadits-hadits Nabi yang menjelaskan perpecahan Umat Islam.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu beliau berkata : Telah bersabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Artinya : Orang Yahudi telah berpecah belah menjadi tujuh puluh satu kelompok dan Nashrani telah berpecah belah menjadi tujuh puluh dua kelompok dan umatku akan berpecah belah menjadi tujuh puluh tiga kelompok" [Hadits Hasan ; sebagaimana telah saya jelaskan dalam Nushhul Umat Fi Fahmi Ahaadits Iftiraqatil Umat hal. 9-10]

Dalam hal ini juga ada dari sejumlah sahabat :

[a]. Dari Muawiyah Radhiyallahu 'anhu dalam hadits beliau ada tambahan.
"Artinya : Dan akan keluar pada umatku satu kaum yang telah merasuk mereka hawa nafsunya sebagaimana terjangkitnya penyakit anjing gila (rabies) kepada orang yang tertimpa (penyakit tersebut) tidak tinggal satu otot dan persendian pun kecuali dimasuki" [Hadits Hasan lihat refernsi diatas hal. 10-11]

[b]. Dari Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu, dalam hadits beliau ada tambahan
"Artinya : Semuanya didalam neraka kecuali satu yaitu Al-Jama'ah" [Hadits Hasan dengan syahid-syahidnya, lihat referensi di atas, hal.12-18]

[c]. Dari Auf bin Malik Radhiyalahu anhu, dan ada tambahan semakna dengan hadits Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu [Hadits Hasan, lihat referensi diatas hal.18-19]

[d]. Dari Abi Umamah Al-Bahiliy Radhiyallahu 'anhu dalam kisah yang panjang, dalam hadits beliau ada tambahan.
"Artinya : Kelompok yang paling besar -yaitu yang selamat-" [Hadits Hasan dengan syahid-syahidnya, lihat referensi di atas, hal.19-21]

[e]. Dari Sa'ad bin Abi Waqqash Radhiyallahu 'anhu, dalam hadits beliau ada tambahan seperti hadits Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu. [Hadits Lemah, lihat referensi diatas hal.21-22]

[f]. Hadits Abdullah bin Amr bin Al-Ash Radhiyalahu 'anhu, dalam hadits beliau ada tambahan.
"Artinya : Sebagaimana keadaanku sekarang dan para shabatku" [Hadits hasan dengan syahid-syahidnya, sebagaimana telah saya jelaskan dalam juz khusus : Dar'ul Irtiyaab 'an Hadits Ma'ana Alaihi Wa Ashabihi]

Dan dalam masalah ini juga ada dari Amru bin Auf Al-Muzaniy, Abu Darda. Abu Usamah, Waatsilah bin Al-Asyqa' dan Anas bin Malik, mereka semua bersepakat dalam hadits yang satu. [Semua sanad-sanad periwayatannya lemah sekali, sebagaimana telah saya jelaskan dalam Nushhul Umat Fi Fahmi Ahaadits Iftiratil Umat hal.22-27]

Dan dari hadits-hadits di atas terdapat penamaan kelompok yang tetap pada pokok yang telah menggigit sunnah dengan gigi gerahamnya dengan nama An-Najiyah (golongan yang selamat), karena dia selamat dari perselisihan dan akan selamat -dengan izin Allah- dari neraka.

Kedua.
Hadits-Hadits Thaifah Al-Manshurah.

[1].Dari Muawiyah Radhiyallahu 'anhu beliau berkata : Aku telah mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Artinya : Senantiasa ada dari umatku sekelompok orang yang menegakkan perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak merugikannya orang yang menghina dan menyelisihi mereka sampai datang hari kiamat dan mereka berada dalam keadaan demikian" [Mutafaqun Alaihi dan hadits ini dari Muawiyah memiliki delapan jalan periwayatan yang telah saya takhrij dalam Allaali al-Mansturah bi Aushaafith Thaifatil Manshurah (1)]

Berkata Umair -salah satu perawi hadits- :Telah berkata Malik bin Yakhomir : Telah berkata Muadz : mereka berada di Syam. Dan berkata Muawiyah : Malik ini mengatakan bahwa dia telah mendengar Muadz bin Jabal berkata : Mereka di Syam.

[2]. Hadits Mughirah bin Syu'bah Radhiyallahu 'anhu dengan lafadz.
"Artinya : Senantiasa ada dari umatku sekelompok orang yang dimenangkan Allah Subhanahu wa Ta'ala sampai datang hari kiamat dan mereka dalam keadaan demikian" [Mutafaqun Alaihi, lihat referensi diatas (2)]

[3]. Hadits Umar bin Al-Khathab Radhiyallahu 'anhu dengan lafadz.
"Artinya : Senantiasa ada dari umatku sekelompok orang yang menegakkan kebenaran sampai datang hari kiamat" [Shahih sesuai syarat Bukhari dan Muslim, sebagaimana telah saya jelaskan dalam referensi diatas (3)]

[4]. Hadits Tsauban Radhiyallahu 'anhu dengan lafadz.
"Artinya : Senantiasa ada dari umatku sekelompok orang yang menegakkan kebenaran tidak merugikannya orang yang menghina sampai datang hari kiamat dan mereka dalam keadaan demikian" [Diriwayatkan oleh Muslim (3/65 An-Nawawiy) dan lihat referensi diatas (4)]

[5]. Hadits Imraan bin Hushain Radhiyallahu 'anhu dengan lafadz.
"Artinya : Senantiasa ada sekelompok dari umatku yang berperang diatas kebenaran, mengalahkan orang yang memusuhi mereka sehingga akhirnya mereka memerangi Ad-Dajjal" [Hadits Shahih dan telah saya jelaskan dalam referensi diatas (5)]

[6]. Hadits Jaabir bin Abdillah Radhiyallahu 'anhu dengan lafadz.
"Artinya : Senantiasa ada sekelompok dari umatku yang berperang diatas kebenaran sampai hari kiamat ; beliau berkata lagi : Lalu turunlah Isa bin Maryam, kemudian amir mereka berkata : silahkanlah mengimami kami (dalam shalat), maka beliau menjawab : Tidak, sesungguhnya sebagian kalian adalah amir atas sebagian yang lain sebagai pemulian Allah terhadap umat ini" [Dikeluarkan oleh Muslim (2/193 An-Nawawiy) dan lihat referensi diatas]

[7]. Hadits Salamah bin Naufal Radhiyallahu 'anhu dengan lafadz.
"Artinya : Sekaranglah tiba peperangan, senantiasa ada sekelompok dari umatku yang mengalahkan manusia, Allah Subhanahu wa Ta'ala akan mengangkat hati-hati sejumlah kaum lalu berperang dan mendapatkan rizqi dari Allah Subhanahu wa Ta'ala dan mereka dalam keadaan demikian, ketahuilah bahwa istana kaum mukminin ada di Syam dan kuda perang telah diikat di ubun-ubunnya kebaikan sampai hari kiamat" [Hadits shahih atas syarat Muslim, sebagaimana telah saya jelaskan dalam referensi diatas (7)]

[8&9]. Hadits Abdillah bin Umar dan hadits Uqbah bin Amir Radhiyallahu 'anhu dengan lafadz.

"Artinya : Senantiasa ada sekelompok dari umatku berperang diatas perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala yang mengalahkan manusia, tidaklah merugikan mereka orang-orang yang menyelisihinya sampai menemui mereka dari kiamat dalam keadaan seperti itu" [Diriwayatkan oleh Muslim 13/67-68 An-Nawawiy dan lihat referensi diatas (9)]

[10]. Hadits Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu dengan lafadz.
"Artinya : Senantiasa ada sekelompok dari umatku yang menegakkan perintah Allah yang tidak merugikannya orang-orang yang menyelisihinya" [Hadits shahih dengan jalan-jalan periwayatannya, sebagaimana telah saya jelaskan dalam referensi diatas (10)]

[11]. Hadits Qurrah Radhiyallahu 'anhu dengan lafadz
"Artinya : Jika penduduk Syam telah rusak maka tiada kebaikan pada kalian, senantiasa ada sekelompok dari umatku yang dimenangkan yang tidak merugikannya orang-orang yang menyelisihinya sampai datangnya hari kiamat" [Hadits shahih atas syarat Syaikhoin, sebagaimana telah saya jelaskan dalam referensi diatas (11)]

[12]. Hadits Jaabir bin Samurah Radhiyallahu 'anhu dengan lafadz.
"Artinya : Senantiasa agama ini tegak berperang diatasnya sekelompok dari kaum muslimin sampai datangnya hari kiamat" [Diriwayatkan oleh Muslim 13/66 An-Nawawiy, lihat dalam referensi diatas (12)]

[13]. Hadits Saad bin Abi Waqqash Radhiyallahu 'anhu dengan dua lafadz.
"Artinya : Senantiasa ada sekelompok dari umatku yang menegakkan agama dengan kemuliaan sampai hari kiamat" [Diriwayatkan oleh Muslim 13/68 An-Nawawiy, lihat dalam referensi diatas (13)]

"Artinya : Senantiasa ahlul maghrib menegakkan kebenaran sampai tegaknya hari kiamat" [Hadits hasan, sebagaimana telah saya jelaskan dalam referensi diatas (15)]

[14]. Hadits Abu Inabah Al-Khaulaniy Radhiyallahu 'anhu dengan lafadz.
"Artinya : Senantiasa Allah menumbuhkan pada agama ini generasi yang Dia gunakan dalam ketaatannya sampai hari kiamat.

Kesimpulannya.
Hadits-hadits Ath-Thaifah Al-Manshurah mutawatir, sebagaimana telah dinyatakan oleh para ahli ilmu diantara mereka Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Iqtidho Shirothil Mustaqiim hal.6, As-Suyuthiy dalam Al-Azhaar Al-Mutanasirah (93) dan Syaikh kami Al-Albaaniy dalam Shalaatil 'Idain hal.39-40 serta lainnya.

Dari hadits-hadits di atas didapatkan bahwa kelompok tersebut disifatkan dengan Al-Manshurah (yang dimenangkan) karena dia menegakkan kebenaran dan tetap teguh (komitmen) di atasnya dan karena Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menjaga dan menolong mereka sampai hari kiamat dan mereka berada dalam keadaan demikian.


[Disalin dari Kitab Limadza Ikhtartu Al-Manhaj As-Salafy, edisi Indonesia Mengapa Memilih Manhaj Salaf (Studi Kritis Solusi Problematika Umat) oleh Syaikh Abu Usamah Salim bin 'Ied Al-Hilaly, terbitan Pustaka Imam Bukhari, penerjemah Kholid Syamhudi]

==============================================================

AS-SALAFIYAH, FIRQATUN NAJIYAH (GOLONGAN YANG SELAMAT) DAN THAIFATUL MANSHURAH (KELOMPOK YANG MENANG)

Oleh
Syaikh Abu Usamah Salim bin 'Ied Al-Hilaaly
Bagian Kedua dari Tujuh Tulisan [2/7]

Ketiga

Sifat-sifat (ciri-ciri) golongan yang selamat dan kelomppok yang dimenangkan apakah terdapat pertentangan dan perbedaan ?

Terdapat berita-berita yang shahih dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam penentuan sifat-sifat golongan yang selamat dan kelompok yang dimenangkan baik secara manhaj atau kondisinya.

Adapun tentang manhaj mereka terdapat tiga lafadz yang menjelaskan bentuknya :

[1]. Ma anaa 'alaihi alyauma wa ashaabii (siapa saja yang mengikuti aku dan sahabatku sekarang) sebagaimana dalam hadits Abdillah bin 'Amr bin Al-Ash Radhiyallahu 'anhu.

[2]. Al-Jama'ah Sebagaimana dalam hadits Anas dan Sa'ad Radhiyallahu 'anhuma

[3]. As-sawaadul A'dzam (kelompok paling besar) sebagaimana dalam hadits Abi Umamah Radhiyallahu 'anhu.

Lafadz-lafadz hadits yang shahih ini maknanya satu dan tidak berbeda, sinonim dan tidak berselisih, segaris dan tidak bertolak belakang, sebagaimana telah dijelaskan oleh Al-Ajuuriy dalam kitabnya Asy-Syariat hal.13-15, kemudian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ditanya : Siapakah An-Najiyah (golongan yang selamat) ? dan menjawab salam satu hadits Maa anaa 'alaihi al-yauma wa ashaabii (siapa saja yang mengikuti aku dan sahabatku sekarang) dan dalam hadits yang kedua Al-Jama'ah serta dalam hadits yang ketiga As-Sawaadul A'dzam (kelompok paling benar) dan dalam hadits keempat Kuluhaa fii an-naari ila waahidah wa hiyaa al-jama'ah (semuanya di dalam neraka kecuali satu yaitu al-Jama'ah).

Saya Al-Ajuuriy berpendapat : Maknanya satu -Insya Allah-

Berkata Abu Usamah Al-Hilaliy : Benar dan baik, dan masalahnya seperti yang dia katakan, karena Thaifah Almanshurah (kelompok yang dimenangkan) adalah Al-Jama'ah, karena Al-Jama'ah adalah yang sesuai dengan kebenaran walaupun kamu hanya sendirian, sebagaimana yang telah didefinisikan oleh sahabat yang mulia Abdullah bin Mas'ud Radhiyallahu 'anhu.

Dari Amr bin Maimun Al-Audiy Radhiayallahu 'anhu beliau berkata :

"Artinya : Muadz bin Jabal mendatangi kami di masa Rasulullah lalu masuklah kedalam hatiku perasaan cinta kepadanya, kemudian aku bermulazamah (belajar) dengannya sampai aku memakamkannya di Syam, kemudian aku bermulazamah (belajar) kepada orang yang paling fakih setelah beliau yaitu Abdullah bin Mas'ud, kemudian pada suatu hari disebutkan kepadanya pengunduran shalat di waktunya, maka beliau berkata : shalatlah kalian di rumah-rumah kalian dan jadikanlah shalat kalian bersama mereka nafilah. Berkata Amru bin Maimuun : Dikatakan kepada Abdullah bin Mas'ud : Bagaimana sikap kami terhadap Jama'ah ? Lalu beliau menjawab kepadaku : Wahai Amru bin Maimuun sesungguhnya Jumhur Jama'ah (kebanyakan orang-orang yang berjama'ah) merekalah yang menyelisihi Al-Jama'ah, dan Al-Jama'ah itu adalah yang sesuai dengan ketaatan Allah Subhanahu wa Ta'ala walaupun kamu sendirian" [Dikeluarkan oleh Al-Lalikaaiy dalam Syarh Ushul I'tikad Ahlus Sunnnah wa Jama'ah (160) dan Ibnu Asaakir dalam Tarikh Dimasyqi 13/322/2]

Hal ini juga telah dinukilkan oleh Abu Syaamah dalam kitabnya Al-Baa'its 'Ala Inkaril Bidaa' wal Hawaadits hal.22 dalam rangka berhujjah degannya untuk perkataan beliau :

Dimana telah datang perintah memegang teguh Al-Jama'ah, maka yang dimaksud dengannya adalah berpegang teguh kepada kebenaran dan mengikutinya, walaupun orang yang berpegang teguh itu sedikit dan yang menyelisihinya itu banyak, karena kebenaran yang dimiliki Al-Jama'ah pertama dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan sahabat-sahabatnya tidak memandang kepada banyaknya ahli kebatilan setelah mereka.

Ibnul Qayyim memuji perkataan ini dalam kitabnya yang hebat Ighatsatul Lahfaan Min Mashaaidisy Syaithan 1/69, dan berkata :

Alangkah bagusnya perkataan Abu Muhammad bin Ismail yang dikenal dengan Abu Syaamah dalam kitabnya Alhawadits wal bida'a (lalu beliau menyebutkan ucapan tersebut).

Saya berkata : "Telah jelas bagi orang yang dapat memandang, bahwa Al-Jama'ah adalah yang sesuai dengan kebenaran walaupun sendirian dan kelompok yang dimenangkan (At-Thaifah Al Manshurah) ini disifatkan dalam hadits-hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai penegak kebenaran dan demikian juga lafadz kelompok (thaifah) terjadi pada satu atau lebih dalam bahasa Arab".

Berkata ahli bahasa dan fiqih Ibnu Qutaibah Ad-Dainuriy dalam kitabnya Ta'wil Mukhtalafil Hadits hal. 45 :

Mereka berkata : "Paling sedikit untuk dinamakan Jama'ah adalah tiga dan mereka salah dalam hal ini, karena Thaifah itu bisa satu dan tiga dan lebih, karena thoifah bermakna satu bagian dan satu. kadang-kadang pula bermakna satu bagian dari kaum sebagaimana firman Allah Subhnahu wa Ta'ala.

"Artinya : Hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman" [An-Nur : 2]
Menginginkan seorang atau dua orang.

Saya berkata : Dan ini yang telah disepakati oleh para imam ahli bahasa dan agama sebagaimana telah saya jelaskan dalam kitab saya :Al-'Adillah Wasy Syawaahid 'Ala Wujubil Akhadzi Bi Khobaril Waahid Fil Ahkaam Al-Aqaaid 1/23, maka tidak diragukan lagi (dapat dipastikan) bahwa Thaifah Al-Manshurah (kelompok yang dimenangkan) ini adalah Al-Jama'ah dan dia adalah As-Sawaadul A'dzam (kelompok yang terbesar) karena dia adalah Al-Jama'ah. [Dikeluarkan oleh Abu Na'im dalam Hilyatul Auliya' 9/239]

Berkata Ibnu Hibban dalam Shahihnya 8/44 : Perintah berjama'ah dengan lafadz umum dan yang dimaksud darinya khusus ; karena Al-Jama'ah adalah ijma' para sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka barangsiapa yang berpegang teguh kepada apa yang telah mereka pahami dan menyelisihi orang-orang yang setelah mereka bukanlah termasuk orang yang menyelisihi Al-Jama'ah dan tidak juga memisahkan diri darinya. Baragsiapa yang menyelisihi mereka dan mengikuti orang-orang setelah mereka maka dia menjadi penyelisih Al-Jama'ah. Dan Al-Jama'ah setelah sahabat adalah kaum-kaum yang berkumpul padanya agama, akal, ilmu dan senantiasa meninggalkan hawa nafsu yang mereka miliki walaupun sedikit jumlah mereka dan bukanlah rakyat kecil dan awam mereka walaupun banyak jumlahnya.

Berkata Ishaaq bin Raahaawih : Seandainya kamu bertanya kepada orang yang tidak tahu (bodoh) tentang As-Sawaadul A'dzam, niscaya akan mengatakan : Jama'ah orang-orang , mereka tidak mengetahui bahwa Al-Jama'ah adalah seorang alim yang berpegang teguh kepada atsar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan sunnahnya, maka siapa saja yang bersama dan mengikutinya maka dia adalah Al-Jama'ah. [Dikeluarkan oleh Abu Na'im dalam Hilyatul Auliya' 9/239]

Berkata Imam Asy-Syathibiy dalam kitabnya Al-Itishom 2/267 dalam menegaskan pemahaman Sunni yang shahih ini : Lihatlah pernyataannya !, niscaya akan jelas kesalahan orang yang menganggap bahwa Al-Jama'ah adalah jama'ah (sekumpulan) orang-orang walaupun tidak ada pada mereka orang yang alim, ini merupakan pemahaman orang-orang awam dan bukan pemahaman para Ulama. Hendaklah orang yang telah mendapatkan taufiq dan Allah Subhanahu wa Ta'ala memantapkan pijakannya di tempat yang licin ini agar tidak tersesat dari jalan yang lurus, dan taufiq itu hanya dari Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Berkata Al-Laalika'iy dalam Syarh Ushul I'tikad Ahli Sunnah Wal Jama'ah 1/255 dalam menafsirkan Ath-Thaifah Al-Manshurah dan Firqatun Najiyah : Para penentang marah terhadap mereka ; karena mereka As-Sawadul A'dzam dan mayoritas yang paling banyak mereka miliki ilmu, hukum, akal, kesabaran, kekhilafahan, kepemimpinan, kekuasaan, dan politik, sedangkan mereka orang-orang yang menegakkan shalat Jum'at dan perkumpulan, shalat jama'ah dan masjid-masjid, manasik haji dan hari-hari raya, haji dan jihad dan memberikan kebaikan kepada para perantau (emigran) dan para pendatang (imigran) dan penjaga perbatasan-perbatasan dan harta kekayaan negara, merekalah orang-orang yang berjihad fi sabilillah.

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu' Al-Fataawa 3/3455 : Oleh karena itu disifatkan Firqatun Najiyah dengan Ahlus Sunnah wal Jama'ah, merekalah mayoritas yang terbanyak dan As-Sawaadul A'dzam.

Saya berkata : "Renungkanlah kata-kata yang bernilai tinggi ini wahai Saudara dan hapalkanlah, karena hal itu dapat menghilangkan kesulitan-kesulitan yang terjadi akibat memahami hadits-hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam terdahulu dalam perpecahan umat di atas pemahaman salah orang awam dan prasangka sebagian ahli fiqih, dan dapat melenyapkan syubhat-syubhat yang dilontarkan oleh para da'i kelompok-kelompok sesat yang menolak hadits-hadits tersebut dengan dakwaan bahwa hadits-hadits tersebut menyelisihi kenyataan yang ada. Karena dia menetapkan (menghukum) mayoritas umat Islam masuk neraka dengan prasangka dari mereka bahwa mayoritas umat Islam beragama dengan kebid'ahan dan kesesatan, mereka tidak mengerti bahwa mayoritas umat Islam telah ditarik oleh fitrah mereka yang selamat kepada Aqidah yang benar -Insya Allah-, oleh karena itu tokoh-tokoh besar madzhab khalaf berangan-angan untuk mati di atas agama 'Ajaiz (orang-orang yang masih selamat fitrahnya -pent).


[Disalin dari Kitab Limadza Ikhtartu Al-Manhaj As-Salafy, edisi Indonesia Mengapa Memilih Manhaj Salaf (Studi Kritis Solusi Problematika Umat) oleh Syaikh Abu Usamah Salim bin 'Ied Al-Hilaly, terbitan Pustaka Imam Bukhari, penerjemah Kholid Syamhudi]

AS-SALAFIYAH, FIRQATUN NAJIYAH (GOLONGAN YANG SELAMAT) DAN THAIFATUL MANSHURAH (KELOMPOK YANG MENANG)

Oleh
Syaikh Abu Usamah Salim bin 'Ied Al-Hilaaly
Bagian Ketiga dari Tujuh Tulisan [3/7]

Tidak diragukan lagi, Ath-Thoifah Al-Manshuraah inilah yang berada di atas pemahaman Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya karena dia berada di atas kebenaran, sedangkan kebenaran adalah apa yang telah ada diatasnya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya, maka siapa saja yang tetap teguh (komitmen) di atas apa yang ada padanya Al-Jama'ah sebelum terjadi perpecahan, walaupun sendirian, maka dia adalahj Al-Jama'ah.

Dengan demikian jelaslah sudah ciri khas (syiar) manhaj Firqatun Najiyah dan Ath-Thoifah Al-Manshurah yaitu : Al-Kitab dan As-Sunnah dengan pemahaman Salaf umat ini yaitu Muhammad dan orang -orang yang bersamanya serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik sampai hari kiamat dan berdakwah kepada persatuan umat diatas pemahaman ini, karena dia merupakan solusi yang tepat untuk mengembalikan kejayaan umat ini yang telah hilang dan mewujudkan cita-cita harapan mereka yang telah diikrarkan. Karena dia adalah agama yang dibangun diatas fitrah, dan Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menyampaikan perintahNya.

Adapun kondisi keadaan Firqatun Najiyah dan Ath-Thaifah Al-Manshurah telah disifatkan dengan empat sifat, yaitu :

[1] Laatajaalu Tha'ifah (senantiasa ada sekelompok), ini bermakna senantiasa ada terus menerus.

[2] Dzohiriina 'ala al-haq (menegakkan kebenaran) ini bermakna kemenangan.

[3] Laayadzurruhum man khadzalahum walaa man khaalafahum (tidak merugikan mereka orang-orang yang mencela (menghina) dan menyelisihi mereka) bermakna membuat kemarahan ahlil bid'ah dan orang kafir.

[4] Kuluhaa fii an-naari ilaa waahidah (semuanya di neraka kecuali satu) bermakna keselamatan dari neraka.

Adapun keberadaan (yang terus menerus) dan kemenangan, semua hadits-hadits At-Thaifah Al-Manshurah telah menunjukkan bahwa dia ada di atas komitment terhadap Islam sampai hari kiamat dalam keadaan demikian.

Ini merupakan sifat yang agung yang telah dijelaskan oleh ahli ilmu, karena terdapat padanya mu'jizat yang sangat jelas yang dimiliki Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, -berupa terjadinya apa yang telah beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam kabarkan.

Berkata Al-Manaawiy dalam Faidhul Qadir 6/395 : Terdapat padanya mu'jizat yang jelas, karena Ahlus Sunnah senantiasa menang pada setiap masa sampai sekarang, dari mulai timbulnya kebid'ahan dengan aneka ragam bentuk dan jenisnya seperti Khawarij, Mu'tazilah, Rafidhah dan yang lain belum ada seorangpun dari mereka bahkan setiap kali mereka menyalakan api peperangan Allah Subhnahu wa Ta'ala telah memadamkannya dengan cahaya Al-Kitab dan As-Sunnah, Pujian dan karunia hanya milik Allah.

Adapun untuk menjengkelkan ahli bid'ah dan orang kafir, maka Allah Subhanahu wa Ta'ala tanam kelompok yang baik ini lalu tumbuh tunasnya dan menguat serta tegak lurus di atas pokoknya tidak tampak bengkok bahkan kuat lagi kokoh, apabila dilihat oleh pakar pertanian yang mengetahui manakah yang tumbuh subur dan tidak subur, yang berbuah darinya dan yang tidak, niscaya mereka gembira dan menyukainya sedangkan apabila tampak dalam pandangan orang-orang sesat, pendusta, dan pembohong niscaya hati-hati mereka dipenuhi oleh kemarahan dan kebencian....katakanlah matilah kalian dengan kemarahan tersebut.

Inilah sifat generasi teladan :

"Artinya : Perumpamaan mereka di Injil seperti tanaman mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya ; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mu'min)" [Al-Fath : 29]

Tidak diragukan lagi, ini juga merupakan sifat Ath-Thaifah Al-Manshurah Ahlil Hadits yang berjalan di atas jejak-jejak generasi awal yang menjadi teladan yaitu Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya dan mereka menimba dari sumber yang murni baik Al-Kitab maupun As-Sunnah.

Kesengajaan dalam menjengkelkan orang-orang kafir ini menjelaskan bahwa kelompok ini adalah tanaman yang di tanam Allah Subhanahu wa Ta'ala dan dipelihara dengan pembinaan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam merupakan dalil kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta'ala, karena kelompok ini adalah alat untuk menjengkelkan musuh-musuh Allah Subhanahu wa Ta'ala yang berupaya mematikan cahaya Allah Subhanahu wa Ta'ala (agama) dan memadamkan cahanya dari jiwa-jiwa kaum muslimin akan tetapi Allah Subhanahu wa Ta'ala senantiasa menyempurnakan cahaya-Nya walaupun orang-orang musyrik benci dan senantiasa memenangkan agama-Nya walaupun orang-orang kafir membencinya.

Oleh karena itu didapatkan Ahli Bid'ah selalu membenci Ahlul Hadits dalam setiap waktu dan tempat. Berkata Abu Utsman Abdurrahman bin Isma'il Ash-Shabuniy dalam kitabnya Aqidatus Salaf Ashaabil Hadits 101-102 : Tanda-tanda Ahlul Bida' cukup jelas bagi Ahlus Sunnah, ciri-ciri dan tanda-tanda yang paling jelas adalah besarnya kebencian mereka terhadap penyampai hadits-hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, mereka melecehkan, menghina serta menamakan Ahlul Hadits dengan sebutan Hasyawiyah, Jahalah (orang bodoh), Zhahiriyah, dan Musyabihah dengan keyakinan mereka bahwa hadits-hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak mengandung ilmu sedangkan ilmu itu adalah apa yang disampaikan Syaithan kepada mereka dari hasil pikiran akal mereka yang rusak, dan was-was diri mereka yang kelam, bisikan hati-hati mereka yang kosong dari kebaikan dan perkataan mereka serta hujjah-hujjah mereka yang sangat lemah bahkan syubhat-syubhat mereka itu lemah lagi batil.

"Artinya : Mereka itulah orang-orang yang dilaknati Allah dan ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan-Nya penglihatan mereka" [Muhammad : 23]

"Artinya : Dan barangsiapa yang dihinakan Allah maka tidak seorangpun yang memuliakannya. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki" [Al-Hajj : 18]

Berkata Ahmad bin Sinaan Al-Qaththaan yang wafat tahun 258H : Tidak ada di dunia ini seorang ahli bid'ah kecuali membenci Ahlil Hadits, maka apabila seorang berbuat kebid'ahan maka hilanglah darinya rasa manis hadits.[1]

Dan berkata Abu Nashr bin Sallam Al-Faaqih yang wafat tahun 305H : Tidak ada yang lebih berat dan lebih dibenci oleh orang-orang yang menyimpang daripada mendengar dan meriwayatkan hadits dengan sanadnya.[2]

Dari Isma'il bin Muhammad bin Ismail At-Tirmidziy, beliau berkata : Dahulu saya dan Ahmad bin Al-Hasan At-Tirmidziy bersama Abu Abdillah Ahmad bin Hanbal, lalu dia berkata : Wahai Abu Abdillah, mereka menceritakan kepada Abu Qahilah di Mekkah tentang Ahlil Hadits, lalu Abu Qahilah berkata : Sebuah kaum yang jelek. Lalu Ahmad bin Hanbal berdiri sambil mengangkat pakaiannya dan berkata : Zindiq, zindiq, zindiq lalu masuk ke rumahnya. [3]

Berkata Al-Hakim dalam Ma'rifah Ulumil Hadits hal. 4:

Demikianlah yang telah kami mengerti dalam perjalanan dan negeri-negeri kami tentang semua orang yang memiliki sesuatu penyimpangan dan kebid'ahan tidaklah memandang kepda Ath-Thaifah Al-Manshurah kecuali dengan pandangan pelecehan dan menamainya dengan Al-Hasyawiyah. Berkata Abu Haatim Arraaziy : Tanda Ahlil Bid'ah adalah mencela Ahlil Atsar, tanda zindiq adalah penamaan mereka terhadap Ahlil Atsar dengan Al-Hasyawiyah, mereka meginginkan dengannya pembatalan atsar. Tanda Qadariyah adalah penamaan mereka terhadap Ahlus Sunnah dengan Musyabihah dan tanda Rafidhah adalah penemaan mereka Ahlil Atsar Nabitah Nashibah. [4]

Berkata Ash-Shobuniy dalam Aqidatus Salaf hal. 105-107 : Semua ini adalah fanatisme dan itu tidak dikenal Ahlus Sunnah kecuali satu nama saja yaitu Ahlil Hadits. Kemudian beliau berkata : Aku telah melihat Ahlil Bid'ah berkaitan dengan gelaran-gelaran yang mereka tuduhkan kepada Ahlus Sunnah -(sedangkan mereka tidak mempunyai satupun dari hal-hal tersebut sebagai anugrah dan karunia dari Allah Subhanahu wa Ta'ala)- sebagaimana telah berjalan di atas jalannya kaum musyrikin -(semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala melaknat mereka)- terhadap Rasulullah karena telah memberikan celaan kepadanya, lalu sebagian orang musyrik menggelari beliau dengan gelar tukang sihir, tukang ramal (dukun), penyair, orang gila, pembohong, dan pendusta, sedangkan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam jauh dan berlepas diri dari hal itu semuanya dan beliau hanyalah seorang Rasul dan Nabi yang terpilih, Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :

"Artinya : Perhatikanlah, bagaimana mereka membuat perbandingan-perbandingan tentang kamu, lalu sesatlah mereka. Mereka tidak sanggup (mendapatkan) jalan (untuk menentang kerasulanmu)" [Al-Furqaan : 9]

Demikian juga Ahlul Bid'ah -semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala merendahkan mereka- memberikan celaan kepada para penyebar hadits-hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, penukil atsar-atsar beliau dan perawi hadits-hadits beliau yang mentauladani dan mencontoh sunnah beliau yang dikenal dengan Ashabul Hadits, lalu menggelari mereka, sebagiannya menggelari mereka Hasyawiyah, sebagiannya lagi Musyabihah, sebagiannya lagi Nabitah, sebagiannya lagi Nashibah dan sebagian yang lainnya dengan Jabariyah. Sedangkan Ashabul Hadits terjaga, berlepas diri, bersih dan suci dari celaan-celaan itu. Mereka tidak lain adalah pemilik sunnah yang cemerlang, sejarah yang diridhoi, jalan-jalan yang lurus dan hujjah-hujjah yang agung lagi kokoh, yang telah diberikan taufiq oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala untuk mengikuti kitabNya, wahyu dan firmanNya dan mengikuti wali-waliNya yang paling dekat serta mecontoh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits-hadits beliau yang didalamnya beliau memerintahkan umatnya kepada kebaikan dalam ucapan dan perbuatan dan melarang mereka dari kemungkaran pada keduanya serta membantu mereka dalam berpegang teguh kepada sejarah beliau dan mengambil petunjuk dengan berpegang erat kepada sunnahnya.

Saya berkata : Sebagaimana telah bersekongkol umat-umat terhadap umat Islam, maka demikian juga telah kumpul bersekongkol kelompok-kelompok Ahil Bid'ah terhadap As-Salaf Ahlil Hadits, karena mereka tinggi kedudukannya di antara kelompok-kelompok tersebut sebagaimana umat Islam tinggi kedudukannya diantara umat-umat yang lain. Mereka menginginkan dengan celaan-celaan tersebut pencelaan terhadap para saksi kita terhadap Al-Kitab dan As-Sunnah sebagaimana telah dilakukan oleh pendahulu mereka sebelumnya dari kaum Rafidhah, Khawarij dan Qadariyyah terhadap para pendahulu kita sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Dari Ahmad bin Sulaiman At-Tusturiy, beliau berkata : Aku telah mendengar Abu Zur'ah berkata : Jika kamu melihat seseorang melecehkan seorang sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam maka ketahuilah dia itu Zindiq dan hal itu dikarenakan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menurut kita adalah benar, Al-Qur'an adalah kebenaran dan yang menyampaikan Al-Qur'an dan As-Sunnah ini kepada kita hanyalah para sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, sedangkan mereka hanyalah ingin mencela para saksi kita untuk membatalkan Al-Kitab dan As-Sunnah, mereka lebih berhak dicela, mereka itu zindiq.[5]

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu' Fatawa 4/96 : Untuk lebih menjelaskan kamu bahwa sesungguhnya orang-orang yang mencela Ahlil Hadits dan berpaling dari madzhab mereka tidak diragukan lagi adalah orang-orang bodoh, zindiq lagi munafiq. Oleh karena itu ketika sampai kepada Imam Ahmad berita tentang Abu Qahilah ketika disebutkan tentang Ahlil Hadits di Mekkah, lalu dia berkata : Satu kaum yang jelek. Lalu beliau berdiri sambil mengangkat pakaiannya dan berkata : Zindiq, zindiq, zindiq lalu masuk ke rumahnya karena beliau mengetahui isi kandungan ucapan Abu Qahilah.

Saya berkata : Ya, demikianlah para Ulama Rabbani umat ini selalu waspada terhadap para da'i kesesatan dan kelompok-kelompok sesat serta pengikut mereka dalam peringatan dan perhatian orang-orang yang baik tidak terjatuh pada kelompok, tipu daya dan penipuan mereka.


[Disalin dari Kitab Limadza Ikhtartu Al-Manhaj As-Salafy, edisi Indonesia Mengapa Memilih Manhaj Salaf (Studi Kritis Solusi Problematika Umat) oleh Syaikh Abu Usamah Salim bin 'Ied Al-Hilaly, terbitan Pustaka Imam Bukhari, penerjemah Kholid Syamhudi]
__________
Foote Note.
[1] Diriwayatkan oleh Al-Kahtib Al-Baghdadiy dalam Syaraf Ashhabil Hadits hal.73 dan Al-Haakim dalam Ma'rifatu 'Ulumil Hadits hal.4 dan dari jalan periwayatannya diriwayatkan oleh Ash-Shabuniy dalam Aqidatis Salaf Ashhabil Hadits hal.102. Saya berkata : Sanadnya shahih.
[2] Diriwayatkan oleh Al-Khatib Al-Baghdadiy dalam Syaraf Ashhabil Hadits hal. 73-74 dan Al-Haakim dalam Ma'rifatu " Ulumil Hadits hal.4 dan Ash-Shabuniy dalam Aqidatis Salaf hal. 104. Saya berkata :Sanadnya Shahih.
[3] Diriwayatkan oleh Al-Khathib Al-Baghdadiy dalam Syaraf Ahshabil Hadits hal. 74 dan Al-Haakim dalam Ma'rifatu 'Ulumil Hadits hal.4 dan dari jalan periwayatannya, diriwayatkan oleh Ashhabuniy dalam Aqidatis Salaf Ashhabil Hadits hal.103 dan Ibnul Jauziy dalam Manaqib Ahmad hal. 180 serta Abu Ya'la dalam Thabaqatul Hanabilah 1/38. Saya berkata : Sanadnya Shahih.
[4] Disebutkan oleh Abu Hatim dalam tulisannya Ushul Assunnah wa I'tiqaad Addin yang dicetak dalam majalah Al-Jami'ah Al-Islamiyah edisi bulan Ramadhan tahun 1403 dan diriwayatkan juga oleh Ash-Shabuniy dalam Aqidatussalaf hal. 105 dan Allaalikaiy dalam Syarh Ushul I'tiqad Ahlis Sunnah wal Jama'ah 2/179. Saya berkata :Sanadnya Shahih.
[5] Diriwayatkan oleh Al-Khatib Al-Baghdadiy dalam Al-Kifayah hal.48 dan selainnya. Saya berkata : Dan dia shohih.
[6] Hadits lemah sebagaimana dalam refernsi diatas (4)
[7] Hadits shahih dengan banyaknya jalan periwayatan sebagaimana dalam refernsi diatas (9)
[8] Hadits lemah sebagaimana dalam referensi diatas (7)
[9] Hadits lemah sebagaimana dalam referensi diatas (8)

AS-SALAFIYAH, FIRQATUN NAJIYAH (GOLONGAN YANG SELAMAT) DAN THAIFATUL MANSHURAH (KELOMPOK YANG MENANG)

Oleh
Syaikh Abu Usamah Salim bin 'Ied Al-Hilaaly
Bagian Keempat dari Tujuh Tulisan [4/7]

[2]. Al-Ghuraba'

Pembahasan tentang Al-Ghuraba dapat dijabarkan dari beberapa sisi :

Pertama
Hadts-hadits yang menerangkan keterasingan Islam.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda.

"Artinya : Sesungguhnya Islam dimulai dengan keterasingan dan akan kembali asing sebagaimana awalnya, maka beruntunglah orang-orang yang asing (Al-Ghuraba)" [Diriwayatkan oleh Muslim 2/175-176 -An-Nawawiy]

[a] Hadits Abdillah bin Mas'ud Radhiyallahu 'anhu belaiu berkata : Telah bersabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Artinya : Sesungguhnya Islam dimulai dengan keterasingan dan akan kembali asing sebagaimana awalnya, maka beruntunglah orang-orang yang asing (Al-Ghuraba) beliau berkata : Ditanya Rasulullah siapakah Al-Ghuraba itu ? Beliau menjawab : Orang yang menjauhi kabilah-kabilah" [Hadits Lemah : Sebagaimana telah dijelaskan dalam kitab saya : Thubaa Lilghuraba' No.1]

Dan dalam riwayat lain :
"Artinya : Orang-orang yang berbuat kebajikan ketika manusia rusak" [Shahih, sebagaimana dalam referensi terdahulu No. 1]

[b] Hadits Abdillah bin Umar bin Al-Khaththab Radhiyallahu 'anhu beliau berkata : Telah bersabda Rasulullah.

"Artinya : Sesungguhnya Islam dimulai dengan keterasingan dan akan kembali asing sebagaimana awalnya, mereka berlindung diantara dua masjid sebagaimana ular berlindung dalam lubangnya" [Diriwayatkan oleh Muslim 2/76 -An-Nawawiy]

[c] Hadist Abdillah bin Amr bin Al-Ash Radhiyallahu 'anhu beliau berkata : Telah bersabda Rasulullah pada suatu hari dan kami bersama beliau.

"Artinya : Beruntunglah orang-orang yang asing (Al-Ghuraba) ditanya Rasulullah siapakah Al-Ghuraba itu ? Beliau menjawab orang-orang shalih diantara banyaknya orang-orang yang buruk, orang yang menyelisihi mereka lebih banyak daripada mentaatinya" [Hadits Shahih karena banyak jalan periwayatannya sebagaimana telah kami jelaskan dalam kitab Thubaa Lilghuraba (3)]

Dan dalam riwayat yang lain.

"Artinya : Orang-orang yang lari mengasingkan diri bersama agamanya yang Allah akan membangkitkan mereka pada hari kiamat bersama Isa bin Maryam" [Hadits lemah sebagaimana dalam refensi diatas (3)]

[d] Hadits Ibnu Abbas [6] dan Anas bin Malik [7] semisal dengan hadits Abi Hurairah Radhiyallahu 'anhu.

[e] Hadits Jaabir bin Abdillah [8] dan Sahal bin Saad [9] seperti hadits Ibnu Mas'ud dalam riwayat yang kedua.

[f] Hadits Abdurrahman bin Sannah Radhiyallahu 'anhu beliau telah mendengar Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Artinya : Sesunguhnya Islam dimulai dengan keterasingan dan akan kembali asing sebagaimana awalnya, maka beruntunglah orang-orang yang asing (Al-Ghuraba), ada yang bertanya : Wahai Rasulullahj siapakah Al-Ghuraba itu ? Belaiu menjawab : Orang-orang yang berbuat kebaikan ketika manusia rusak dan demi dzat yang jiwaku ada ditanganNya sesunguhnya iman akan mengalir kembali ke Madinah sebagaimana mengalirnya air banjir, dan demi dzat yang jiwaku ada ditanganNya sungguh Islam akan kembali ke daerah dua masjid sebagaimana ular kembali berlindung ke lubangnya" [Hadits lemah sebagaimana dalam referensi diatas (10) dan hadits ini memiliki jalan periwayatan lain yang shahih dengan lafadz yang berbeda]

[g] Hadits Saad bin Abi Waqash seperti hadits Abdurrahman bin Sannah Radhiyallahu 'anhu [Shahih lihat referensi diatas]

[h] Hadits Amru bin Auf Al-Muzaaniy Radhiyallahu 'anhu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda .

"Artinya : Sesungguhnya agama ini akan kembali ke Hijaz sebagaimana kembalinya ular ke lubangnya dan agama ini terikat di Hijaz sebagaimana terikatnya domba di puncak gunung, sesungguhnya agama ini dimulai dengan keterasingan dan akan kembali asing maka beruntunglah Al-Ghuraba yaitu orang-orang yang memperbaiki apa yang telah merusak orang-orang setelahku pada sunnahku" [Hadits lemah sekali]

Kesimpulannya, hadits-hadits Al-Ghuraba ini adalah mutawatir sebagaimana disebutkan oleh Imam Suyuthiy dalam kitabnya Tadribur Rawiy (2/180) As-Sakhawiy dalam kitabnya Al-Maqaasidul Hasanah hal.114, Al-Ghumariy dalam komentarnya terhadap kitab Al-Maqaashidul Hasanah hal.114 dan Al-Kataaniy dalam kitabnya Nadzmul Mutanatsir hal. 33-34

Kedua
Tafsir Kata Al-Ghuraba'

Tambahan-tambahan lafadz yang menafsirkan kata Al-Ghuraba telah saya jelaskan satu persatu dan sekarang saya satukan untuk mendapatkan kesimpulan darinya.

[1] An-Nujjaa'i minal al-qobaaili [orang yang menjauhi kabilah-kabilah]
Tidak saya dapatkan lafadz ini kecuali dalam hadits Abdillah bin Mas'ud dan itu hadits yang lemah, karena semua jalannya berkisar pada Abu Ishaaq As-Sabi'iy dan beliau seorang mudalis dan mukhtalath.

[2] Al-Ladzina yuslihuuna idzaa fasada an-nas [ orang-orang yang berbuat kebajikan ketika manusia rusak]

Lafadz ini ada pada hadits Abdillah bin Mas'ud dengan sanad periwayatan yang shahih, hadits Abi Hurairah dengan sanad periwayatan yang ada padanya Bakr bin Saliim ASh-Showaaf dan belaiu perawi yang lemah akan tetapi masih mu'tabar dan dari jalan beliau juga dalam hadits Shal bin Saad As-Saa'idiy, hadits Abdurrahman bin Sannah dengan sanad yang ada padanya Ishaaq bin Abdillah bin Abi Farwah dan beliau ini matruk, hadits Saad bin Abi Waqqaash dengan sanad periwayatan yang shahih dan dalam hadits mursal Yahya bin Said dengan sanad periwayatan yang lemah, degan demikian tampaklah bahwa lafadz hadits ini shahih dan masyhur.

[3] An-naasun shalihuuna fii unaasi suu'i kastirin man ya'shi'him aktsaru mimman yuthii'uhu [orang-orang shalih diantara banyaknya orang-orang yang buruk, orang yang menyelisihi mereka lebih banyak dari yang mentaatinya]
Lafadz tambahan dari hadits tersebut ada pada hadits Abdillah bin Amr bin Al-Ash dari riwayatnya shahih. Sedangkan As-Subkiy telah melakukan kesalahan karena menyebutkannya pada bab yang berisi kumpulan hadits-hadits yang tidak ada asalnya dalam kitab Ihya Ulumuddin dalam tulisan beliau tentang biografi Abu Hamid Al-Ghozaliy dalam kitab Thabaqaatusy Syafi'iyah 4/145 dan ini merupakan kesalahan yang besar apalagi hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dam Musnadnya.

[4] Humul mutamasikuuna bimaaa antum 'alaihi [mereka orang-orang yang berpegang teguh dengan apa yang telah kalian miliki]

Al-Ghozali menyebutkannya dalam kitab Ihya Ulumuddin 1/38 dan dikomentari oleh Al-Iraaqiy dengan berkata : Dia sampaikan dalam mensifatkan Al-Ghuraba' dan saya tidak mengetahui asalnya. Demikian juga As-Subkiy memasukkannya kedalam hadits-hadits yang tidak ada asalnya yang terdapat dalam Ihya Ulumuddin dalam tulisan beliau tentang biografi Abu Hamid Al-Ghozaliy dalam kitab Tabaqaatusy Syafi'iyah 4/145.

[5] Al-farroruuna bidinihim yab'atsaahumu Allahu yauma al-qiyaaamati ma'a 'isaa ibni maryam [orang-orang yang lari mengasingkan diri bersama agamanya yang Allah akan membangkitkan mereka pada hari kaiamat bersama Isa bin Maryam]

Ada dalam hadits Abdullah bin Amru bin Al-Ash dengan sanad periwayatan yang lemah.

[6] Al-Ladziina yushlihuuna maa afasada an-naasu min ba'dii fii sunnatii [orang yang memperbaiki apa yang telah dirusak orang-orang setelahku pada sunnahku]
Ada dalam hadits Katsir bin Abdullah dari bapaknya dari kakeknya dan itu sangat lemah sekali.

[7] Al-ladzina yajiiduuna idzaa naqasao an-naasu [orang-orang yang menambah ketika manusia menguranginya]
Ada dalam hadits Al-Muthalib bin Hanthab secara mursal.

[8] Qolu yaa Rasulullah kaifa yakuunu ghoribaa ? qola kamaa yuqolu lilrijuli fii hayi kadzaa wa kadza innahu laghoriiban [mereka bertanya ; wahai Rasulullah bagaimana akan menjadi asing ? Beliau menjawab : sebagaimana dikatakan pada seseorang di perkampungan ini dan itu sesungguhnya dia seorang yang asing]

Ada pada hadits Al-Hasan Al-Bashri secara mursal.

[9] Waladziina yumassikuuna bikitaabi Allahi hiina yutraku wa ya'maluuna bilsunnati hiyna tuthfa'u [orang-orang yang berpegang teguh kepada kitabullah ketika ditinggalkan dan beramal dengan sunnah ketika dipadamkan]
Ada dalam hadits Bakar bin Amru Al-Mu'aafiriy secara mu'dhol.

[10] Laayumaajuuna fiidiin Allahi walaa yakaffaruuna ahlal al-qiblah bidanbin [tidak berdijadl dalam agama dan tidak mengkafirkan ahlil kiblat karena dosanya]

Ada dalam hadits Abi Darda, Anas dan Waatsilah yang semuanya diriwayatkan dengan sanad yang lemah sekali.

Kesimpulannya.
Tidak ada yang shahih dalam tafsir Al-Ghuraba' kecuali dua tafsir yang marfu' yaitu :

[1] Al-Ladziina yuslihuuna idzaa fasada an-nasu [orang-orang yang berbuat kebajikan ketika manusia rusak]

[2] Annasun sholihuuna fi unaasi suu'in katsirin man ya'shiihim aktsaru mimman yuthii'uhu [orang-orang shalih diantara banyaknya orang-orang yang buruk, orang yang menyelisihi mereka lebih banyak dari yang mentaatinya]

Ketiga.
Apakah terdapat perbedaan antara Al-Ghuraba' dengan Al-Firqatun Najiyah dan Ath-Thaifah Al-Manshurah ?

Tidak ada perbedaan diantara penamaan-penamaan ini karena semuanya mengantar kepada satu hakikat, inilah yang telah dijelaskan ahlil ilmu dari kalangan salaf.

Al-Ajuriy berkata : Dalam kitab Sifatul Ghuraba' minal Mu'minin hal : 27
Sabda beliau Shalallahu 'alaihi wa sallam " wasaya'uudu ghoriban" [Dan akan kembali asing]

Bermakna -wallahu a'lam- hawa-hawa nafsu yang menyesatkan merebak lalu banyak dari manusia yang tersesat dengannya dan tinggallah ahlil haq (ahli kebenaran) yang berada di atas syari'at Islam menjadi asing di kalangan manusia, tidakkah kalian mendengar sbada Rasulullah.

"Artinya : Umatku akan berpecah belah menjadi tujuh puluh tiga kelompok. Semuanya didalam neraka kecuali satu. Ada yang bertanya : Siapakah yang selamat itu ? Beliau menjawab : Siapa yang berada pada keadaanku sekarang dan para sahabatku"

Saya berkata : Kamu lihat Al-Ajuriy menafsirkan Al-Ghuraba' dengan Al-Firqatun Najiyah.

Al-Hafidz Ibnu Rajaab Al-Hambaliy berkata dalam kitab Kasyfil Kurbah Fi Washfi Hali Ahlil Ghurbah hal. 22-27 bahwa fitnah syahwat dan hawa nafsu yang menyesatkan itulah yang menyebabkan ahlil kiblat berpecah belah dan menjadi berkelompok-kelompok. Sebagaimana mereka mengkafirkan sebagian yang lain sehingga mereka bermusuhan, berpecah belah dan berkelompok-kelompok setelah dahulunya mereka bersaudara dan diatas satu hati. Tidak selamat dari perpecahan ini kecuali satu kelompok yang selamat merekalah yang diterangkan dalam sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Artinya : Senantiasa ada dari umatku sekelompok orang yang menegakkan kebenaran tidak merugikannya orang yang menghina dan tidak pula orang yang menyelisihi mereka sampai datang hari kiamat dan mereka dalam keadaan demikian".

Mereka di akhir zaman merupakan Al-Ghuraba' yang disebutkan dalam hadits-hadits tersebut sebagai orang-orang yang berbuat kebajikan ketika manusia rusak, orang yang memperbaiki apa yang telah dirusak orang-orang setelahku dari sunnahku, orang-orang yang lari mengasingkan diri bersama agamanya dari fitnah-fitnah dan mereka adalah orang-orang yang menjauhi kabilah-kabilah karena mereka sedikit sehingga tidak didapatkan seorangpun pada sebagian kabilah sebagaimana orang-orang yang masuk kedalam Islam pertama-tamapun demikian dan dengan ini para Ulama menafsiri hadits ini. Al-Auzaa'iy berkata dalam menafsirkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Artinya : Sesungguhnya Islam tidak akan lenyap namun akan hilang ahlis sunnah sampai tidak tersisa di satu negara kecuali hanya satu orang"

Karena makna inilah banyak ditemui dari perkataan Ulama Salaf pujian terhadap As-Sunnah dan pensifatannya dengan keterasingan dan ahlinya dengan sedikit, sehingga Al-Hasan berkata kepada sahabat-sahabat beliau :

Wahai Ahlus Sunnah lemah lembutlah kalian semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala merahmati kalian, karena kalian termasuk orang-orang yang paling sedikit. Yunus bin Ubaid berkata : Tidak ada satupun yang lebih asing dari As-Sunnah dan lebih asing dari orang yang mengenalnya. Dan dari Sufyan At-Tsauriy, beliau berkata : Berbuat baiklah kepada Ahlis Sunnah karena mereka Ghuraba'. Dan yang dimaksud para imam-imam tersebut dengan As-Sunnah adalah jalan hidup Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang dia dan para sahabatnya berada atasnya yang selamat dari syubhat-syubhat dan syahwat-syahwat. Oleh karena itu Al-Fudhail bin Iyaadh berkata bahwa Ahlus Sunnah adalah orang yang mengerti apa saja yang masuk keperutnya dari barang-barang yang halal. Dan itu karena memakan barang-barang halal merupakan perkara sunnah yang paling besar yang ada di atasnya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya kemudian As-Sunnah dalam adat banyak dari kalangan para ulama mutaakhirin dari Ahlil Hadits dan yang lain menjadi ibarat dari segala yang selamat dari syubhat-syubhat dalam i'tikad khususnya dalam masalah-masalah keimanan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, para malaikat, kitab-kitab suciNya dan para RasulNya serta hari kiamat dan demikian juga dalam masalah-masalah taqdir dan keutamaan para sahabat. Mereka menyusun karangan-karangan dalam ilmu ini dengan nama As-Sunnah karena bahayanya sangat besar dan orang yang menyelisihinya berada di ujung kehancuran.

Adapun As-Sunnah yang sempurna adalah jalan hidup yang selamat dari syubhat dan syahwat-syahwat sebagaimana yang telah dikatakan oleh Al-Hasan, Yunus bin Ubaid, Sufyan dan Al-Fudhail serta yang lainnya, oleh karena itu ahlinya disifatkan dengan keasingan pada akhir zaman karena sedikit dan asingnya mereka.

Saya berkata : Renungkanlah bagaimana Al-Hafizd Ibnu Rajab menjadikan Al-Ghuraba adalah Al-Firqatun Najiyah dan Ath-Thaifah Al-Manshurah dan tidak ada perbedaan diantara mereka.

[Disalin dari Kitab Limadza Ikhtartu Al-Manhaj As-Salafy, edisi Indonesia Mengapa Memilih Manhaj Salaf (Studi Kritis Solusi Problematika Umat) oleh Syaikh Abu Usamah Salim bin 'Ied Al-Hilaly, terbitan Pustaka Imam Bukhari, penerjemah Kholid Syamhudi]

AS-SALAFIYAH, FIRQATUN NAJIYAH (GOLONGAN YANG SELAMAT) DAN THAIFATUL MANSHURAH (KELOMPOK YANG MENANG)

Oleh
Syaikh Abu Usamah Salim bin 'Ied Al-Hilaaly
Bagian Kelima dari Tujuh Tulisan [5/7]

[3]. Ahli Hadits

Pembahasan "Ahli Hadits" dilihat dari beberapa sisi :

Pertama.
Kesepakatan ahlil ilmu dan iman dalam menafsirkan Al-Firqayun Najiyah dan Ath-Thoifah Al-Masnhurah dengan Ahlil Hadits.

Ketahuilah wahai pencari kebenaran, sesungguhnya para Ulama telah bersepakat pendapat bahwa Ahlil Hadits adalah Ath-Thoifah Al-Manshurah dan Al-Firqatun Najiyah.

Disini saya paparkan di hadapanmu sejumlah besar dari mereka sehingga kamu tidak akan mendapatkan jalan kecuali mengikuti jalan mereka dan meniti jejak langkah mereka serta mengikuti pemahaman mereka. Karena merekalah pembawa agama Rabb semesta alam yaitu orang-orang yang berbicara dengan apa yang disampaikan Al-Kitab dan menegakkan apa yang ditegakkan oleh As-Sunnah. Barangsiapa yang tidak mengikuti jalan mereka berarti telah memperbodoh diri mereka sendiri.

[1] Abdullah bin Al-Mubaarok, wafat tahun 181H
[2] Ali bin Almadiniy, wafat tahun 234H
[3] Hamad bin Hambal, wafat tahun 241H
[4] Muhammad bin Ismail Al-Bukhariy, wafat tahun 256H
[5] Ahmad bin Sinaan, wafat tahun 258H
[6] Abdullah bin Muslim, wafat tahun 267H
[7] Muhammad bin Isa At-Tirmidzi, wafat tahun 276H
[8] Muhammad bin Hibban, wafat tahun 354H
[9] Muhammad bin Al-Husein Al-Ajuriy, wafat tahun 360H
[10] Muhammad bin Abdullah Al-Hakim An-Naisaaburiy, wafat tahun 405H
[11] Ahmad bin Ali bin Tsabit Al-Khotib An-Naisaaburiy, wafat tahun 463H
[12] Al-Husein bin Mas'ud Al-Baghawiy, wafat tahun 516H
[13] Abdurrahman bin Al-Jauziy, wafat tahun 597H
[14] Abu Zakariya Yahya bin Syaraf An-Nawawiy, wafat tahun 676H
[15] Ahmad bin Abdil Halim bin Taimiyah Syaikhul Islam, wafat tahun 728H
[16] Ishaaq bin Ibarahim Asy-Syaatibiy, wafat ahun 790H
[17] Ahmad bin Ali bin Hajar Al-Asqaalaaniy, wafat tahun 881H [1]

Semua iman-imam tersebut -dan yang lainnya pun banyak- telah menegaskan bahwa Al-Firqatun Najiyah dan Ath-Thoifah Al-Manshurah adalah Ahlil Hadits dan tidaklah tersesat orang yang mengambil teladan perkataan dan meniti jejak langkah mereka. Bagaimana tidak, sedang mereka adalah satu kaum yang tidak memcelakakan orang-orang yang duduk bersamanya.

An-Nawawiy telah menukilkan kesepakatan ahli ilmu dalam hal ini dalam kitabnya Tahdzib Al-Asma' wal Lughat, lalu berkata ; padahal mereka sendiri memiliki keutamaan yang besar dan dalam menjaga ilmu merupakan bukti kebesaran, sehingga dalam Shahihain diriwayatkan bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Artinya : Senantiasa ada dari umatku sekelompok orang yang menegakkan kebenaran tidak merugikannya orang yang menghina"
Seluruh ulama atau mayoritasnya berpendapat bahwa mereka adalah pemikul ilmu.

Kedua.
Siapakah Salaf Ahli Hadits ?

Mereka adalah orang yang berjalan di atas manhaj para sahabat dan orang yang mengikuti mereka dengan baik dalam berpegang teguh terhadap Al-Kitab dan As-Sunnah serta mendahulukannya atas sekalian pendapat baik dalam aqidah, ibadah, muamalah, akhlak, politik atau perkara apa saja dari perkara-perkara kehidupan yang kecil ataupun yang besar.

Dan mereka adalah orang-orang yang komitmen (kokoh pendiriannya) dalam pokok-pokok agama dan cabangnya di atas wahyu yang Allah Subhanahu wa Ta'ala turunkan kepada hamba dan RasulNya serta orang pilihan dari makhlukNya Muhammad bin Abdillah.

Mereka adalah orang-orang yang melaksanakan dakwah kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, -baik perkataan, amalan maupun perbuatan- dengan segala kesungguhan, tekad, jujur dan istiqomah.

Merekalah orang-orang yang menghunus pedang ilmu dan menegakkan kebenaran yang telah asing sebagai upaya untuk menghilangkan penyimpangan orang-orang yang keterlaluan, ajaran orang-orang yang sesat dan ta'wilnya orang-orang bodoh dari agama dan pemeluknya.

Mereka orang-orang yang berjihad menhadapi semua kelompok-kelompok yang telah menyimpang dari manhaj para sahabat baik dia itu Mu'tazilah atau Khawarij atau Syi'ah Rafidhah atau Murji'ah atau Shufiyah atau Bathiniyah dan semua orang yang menimpang dari petunjuk dan mengikuti hawa nafsu pada setiap zaman dan tempat tidaklah mereka menghiraukan celaan orang yang mencela dalam hal itu.

Merekalah orang-orang yang bergerak mewujudkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.

"Artinya : Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai" [Ali-Imron : 103]

Merekalah orang-orang yang mempraktekkan firman Allah Subhnahu wa Ta'ala :

"Artinya : Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih" [An-Nur : 63]

Dan firman-Nya.

"Artinya : Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu'min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu'min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka" [Al-Ahzab : 36]

Sehingga mereka menjadi orang yang paling jauh dari menyelisihi perintah Allah Subhnahu wa Ta'ala dan RasulNya dan menjadi orang yang paling jauh dari fitnah-fitnah yang tampak atau yang tidak tampak.

Merkalah orang-orang yang menjadikan jalan hidup mereka.

"Artinya : Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya" [An-Nisaa : 65]

Sehingga mereka mengagungkan nash-nash Al-Kitab dan As-Sunnah dengan benar dan mengedepankannya atas semua perkataan manusia, berhukum kepadanya dengan penuh keridhoan dan kelapangan dada tanpa ada kesempitan dan keengganan. Mereka berserah diri penuh kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam aqidah, ibadah, muamalah, akhlak dan semua sisi kehidupan mereka.

Salaf Ahli Hadits dengan makna ini sangat luas cakupannya, sampai mencakup ribuan para Ulama amilin (yang beramal dengan ilmunya) yang telah termuat nama-nama mereka di dalam catatan sejarah dan buku-buku telah penuh dalam menyebut mereka. Mereka telah mengangkat kejayaan zaman dengan ilmu, keutamaan dan amal mereka.

Barangsiapa yang ingin mengetahui hakekatnya tidak ada pilihan baginya kecuali kembali kepada buku-buku dan karya-karya yang ada, dan disini saya jelaskan tingkatan-tingkatan mereka (thabaqat mereka) :

Mereka para sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam seluruhnya yang telah beriman, melihat beliau dan mati dalam keadaan Islam, diantara tokoh-tokoh mereka Al-Khulafa'ur Rasyidin, kemudian sepuluh orang yang telah dipersaksikan sebagai ahli syurga.

Mereka tokoh-tokoh tabi'in, diantara tokoh-tokoh mereka Uwais Al-Qorniy, Said bin Al-Musayyib, Urwah bin Az-Zubair, Saalim bin Abdillah bin Umar, Ubaidillah bin Abdillah bin Utbah bin Mas'ud, Muhammad bin Al-Hanafiyah, Ali bin Al-Hasan Zainal Abidin, Al-Qaasim bin Muhammad bin Abi Bakar Ash-Shiddiq, Al-Hasan Al-Bashriy, Muhammad bin Sirin, Umar bin Abil Aziz dan Muhammad bin Syihab Az-Zuhriy.

Mereka Atbaut Tabi'in, diantara mereka tokoh-tokoh mereka Malik bin Anas, Al-Auzza'iy, Sufyan Ats-Tsauriy, Sufyan bin Uyainah Al-Hilaliy dan Al-Laits bin Saad.

Kemudian orang yang mengikuti mereka, diantara tokoh-tokoh mereka Abdullah bin Al-Mubaarok, Waki', Asy-Syafi'i, Abdurrahman bin Mahdiy dan Yahya bin Said Al-Qathan.

Kemudian para murid mereka yang mengikuti manhaj mereka, diantara tokoh-tokoh mereka Ahmad bin Hanbal, Yahya bin Ma'in dan Ali bin Al-Madiniy.

Kemudian murid-murid mereka, diantara tokoh-tokoh mereka Al-Bukhariy, Muslim, Abu Hatim, Abu Zur'ah, At-Tirmidiziy, Abu Daud dan An-Nasa'i.

Kemudian orang-orang yang berjalan dengan jalan mereka selanjutnya dari generasi-generasi yang menyusul mereka seperti Ibnu Jarir Ath-Thabariy, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Qutaibah Ad-Dainuriy, Al-Khatib Al-Baghdadiy, Ibnu Abdil Barr An-Namiriy, Abdul Ghaniy Al-Maqdisiy, Ibnu Ash-Sholaah, Ibnu Taimiyah, Al-Mizziy, Ibnu Katsir, Adz-Dzahabiy, Ibnul Qayim Al-Jauziyah dan Ibnu Rajab Al-Hambaliy.

Kemudian orang yang menyusul dan mengikuti jejak langkah mereka dalam bepegang teguh kepada Al-Kitab dan As-Sunnah dan memahaminya dengan pemahaman para sahabat sampai tegaknya hari kiamat dan orang yang terkahir dari mereka memerangi Dajjal. Mereka inilah yang kami maksudkan dengan As-Salaf Ahlul Hadits.

Dan tidak diragukan lagi bahwa penisbatan ini tidak dianggap benar kecuali kalau amalan orang yang mengakunya sesuai dengan manhaj Nabi.

Apakah terbayangkan dalam pikiran seorang yang berakal bahwa penisbatan ini adalah omong kosong ? atau diragukan ? atau ada tapi sekedar pengakuan ? atau tidak jelas manhajnya tergantung hawa nafsu pengikutnya.

Penisbatan ini megharuskan orang-orang yang menisbatkan diri kepadanya untuk benar-benar ber-Islam sebagai bukti kebenaran pengakuannya sehingga pengakuannya betul-betul benar. Siapapun juga di sepanjang kurun waktu dan pergantian generasi yang ada tidak akan benar penisbatannya kepada Ahlul Hadits ini kecuali dia bersesuaian dengan manhaj nabawi dalam aqidah, suluk dan ibadahnya dan tidak mengerjakannya kecuali dari itu dan tidak tunduk kecuali kepadanya sampai dia menjumpai Rabbnya.

Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala merahmati Ibnu Taimiyah yang telah mejelaskan seluruhnya dalam kata-kata yang indah dalam Majmu' Fatawa 4/95, beliau berkata : Dan kami tidak memaksudkan dengan Ahlul Hadits hanya terbatas pada mendengar, menulis atau meriwayatkan hadits akan tetapi kami maksudkan dengan mereka adalah setiap orang yang benar-benar menjaga hadits, mengenal dan memahaminya serta mengikutinya secara lahir dan batin, dan demikian juga Ahlul Qur'an. Mereka paling tidak memilki sifat mencintai Al-Qur'an dan As-Sunnah, meneliti dan mengenal makna-maknanya serta beramal dengan apa yang telah mereka ketahui dari konsekwensi-konsekwensinya, sehingga Ahlul Fiqih dari Ahlul Hadits lebih mengetahui Rasulullah dari Ahlul Fiqih lainnya, shufinya [2] mereka lebih mencontoh Rasulullah dari pada shufi-shufi yang lainnya dan para penguasa mereka lebih pantas berpolitik nabawi daripada yang lainnya serta orang awam mereka lebih loyal (wala') kepada Rasulllah dari yang lainnya.

[Disalin dari Kitab Limadza Ikhtartu Al-Manhaj As-Salafy, edisi Indonesia Mengapa Memilih Manhaj Salaf (Studi Kritis Solusi Problematika Umat) oleh Syaikh Abu Usamah Salim bin 'Ied Al-Hilaly, terbitan Pustaka Imam Bukhari, penerjemah Kholid Syamhudi]
_________
Foote Note.
[1] Telah saya paparkan perkataan-perkataan mereka dengan disertai referensinya dalam kitab saya Al-Alaali' Al-Mantsurah Fi Aushofi Ath-Thoifah Al-Manshuroh, demikian juga Syaikh Abu Muhammad Rbi' bin Hadi Al-Madkhaliy telah memaparkannya dalam kitabnya : Ahlul Hadits Hum Ath-Thoifah Al-Manshuroh wa Al-Firqatun Najiyah.
[2] Bukanlah maksudnya shufi-shufi sebagai satu kelompok yang memiliki aqidah dan pemikiran yang menyimpang dari Islam sebagaimana telah saya jelaskan dalam kitab saya Al-Jamaat Al-Islamiyah fi Dhuil Kitab Was Sunnah bi Fahmi Salaful Umat hal.82-152 dan yang dimaksud adalah Adz-Dzuhad (orang-orang zuhud) Wallahu 'alam

AS-SALAFIYAH, FIRQATUN NAJIYAH (GOLONGAN YANG SELAMAT) DAN THAIFATUL MANSHURAH (KELOMPOK YANG MENANG)

Oleh
Syaikh Abu Usamah Salim bin 'Ied Al-Hilaaly
Bagian Keenam dari Tujuh Tulisan [6/7]

Ketiga
Peringatan Dan Catatan Penting

Jika ditanya : Mengapa mereka tidak menisbatkan diri kepada Al-Qur'an, sehingga dikatakan Ahlul Qur'an ?

Jawabannya : Belumkah kamu mendengar perkataan Al-Alamah Abul Qaasim Habatullah bin Al-Hasan Al-Laalika'iy yang wafat tahun 418H dalam kitabnya Syarh Ushul I'tiqad Ahlus Sunnah wal Jama'ah 1/23 - 25 : Kemudian siapa saja yang berkeyakinan dengan satu madzhab tertentu maka dia akan menisbatkannya kepada pencetus madzhab yang mencetuskannya dan akan bersandar kepada pendapatnya kecuali Ahlul Hadits karena pencetusnya adalah Rasulullah, sehingga mereka menisbatkan diri kepadanya, bersandar kepada ilmunya, mengambil dalil dengannya, mengembalikan permasalahan kepadanya, mencontoh pendapatnya dan mereka bangga dengan hal itu serta memerangi musuh-musuh sunnah yang mendekatinya. Maka siapakah yang dapat menyamai mereka dalam gelar yang terhormat ini dan mengalahkan mereka dalam kebanggaan dan ketinggian nama ini ? Karena nama mereka diambil dari makna-makna Al-Kitab dan As-Sunnah yang mencakup keduanya, karena merekalah yang mewujudkannya atau karena keistimewaan mereka dengan mengambilnya, mereka berada dalam penisbatan mereka ini diantara sebutan Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam kitab-Nya, Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.

"Artinya : Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik" [Az-Zumar : 23]

(Yaitu) Al-Qur'an karena mereka adalah pengemban Al-Qur'an, pengikut, penghapal dan penjaganya dan bergabungnya mereka kepada Hadits Rasulullah karena merekalah penyampai dan pengembannya, maka tidak diragukan bahwa mereka berhak dengan nama ini karena dua makna ini ada pada mereka, hal itu karena kita telah menyaksikan bahwa menusia mengambil Al-Kitab dan As-Sunnah dari mereka dan bersandar dalam meneliti keabsahan keduanya kepada mereka dan kita tidak mendengar dari abad-abad yang telah lalu dan tidak kita lihat pada zaman kita ini seorang ahlul bid'ah yang menjadi tokoh pimpinan dalam menghapalkan Al-Qur'an dan dipegangi manusia dalam satu masa dari zaman-zaman yang ada dan tidak berkibar panji untuk seorang dari mereka dalam riwayat hadits Rasulullah dalam masa-masa yang telah lalu serta tidak ada seorangpun yang mencontoh mereka dalam agama dan tidak pula dalam satu riwayat dari syariat-syariat Islam [1]

Dan segala puji hanya bagi Allah yang telah menyempurnakan cahaya Islam untuk kelompok ini dan memuliakan mereka dengan persatuan serta memberi keistimewaan kepada mereka dan menunjuki mereka ke jalanNya dan jalan RasulNya, dialah Ath-Thaifah Al-Manshurah, Al-Firqatun Najiyah, Ushbatul Haadiyah dan Jama'ah yang adil yang berpegang teguh kepada As-Sunnah yang tidak menginginkan yang lain sebagai pengganti Rasul, dan berpaling darinya demikian juga perubahan keadaan tidak merubah pendirian mereka dan tidak pula kebid'ahan orang yang menjadikan Islam untuk menghalangi jalan Allah Subhanahu wa Ta'ala dan menginginkannya bengkok serta memalingkan jalannya dengan jidal (perdebatan) dan senjata menurut prasangka dusta dan perkiraan batil darinya, dia dapat memadamkan cahaya (agama) Allah Subhanahu wa Ta'ala sedangkan Allah Subhanahu wa Ta'ala menyempurnakan cahaNya walaupun orang-orang kafir tidak menyukainya.

4. Ahlus Sunnah wal Jama'ah

Pembicaraan Tentang Hal Ini Ditinjau Dari Beberapa Sisi :

Pertama : Sebab Penamaan Ini.
Syaikhul Islam di Majmu' Fatawa 3/157 dalam menjelaskan hal ini : Kemudian termasuk jalannya Ahlus Sunnah Wal Jama'ah adalah mengikuti jejak langkah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam secara lahir dan batin dan mengikuti jalnnya As-Sabiqunal Awalun (orang-orang pertama yang masuk Islam) dari kalangan kaum muhajirin dan Anshor serta mengikuti wasiat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika bersabda.

"Artinya : Maka berpegang teguhlah kepada Sunnahku dan Sunnah para Khalifah Rasyidin yang memberi petunjuk berpegang teguhlah kepadanya dan gigitlah dia dengan gigi graham kalian. Dan waspadalah terhadap perkara-perkara yang baru (yang diada-adakan) karena hal itu adalah kebid'ahan dan setiap kebid'ahan adalah kesesatan"

Dan mereka mengetahui bahwa sebenar-benarnya kalam adalah kalamullah dan sebaik-baiknya contoh teladan adalah contoh teladan Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, mendahulukan kalam Allah Subhanahu wa Ta'ala dari kalam selainNya dari semua jenis manusia dan mengedepankan contoh teladan Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam atau yang lainnya, dengan demikian mereka dinamakan Ahlul Kitab dan Sunnah.

Dinamakan Ahlul Jama'ah karena Jama'ah bermakna berkumpul dan lawannya berpecah belah walaupun kata jama'ah akhirnya menjadi untuk satu kaum yang berkumpul ijma' (konsensus) merupakan pokok ketiga yang menjadi sandaran ilmu dan agama.

Mereka menimbang dengan ketiga pokok ini semua ucapan dan amalan manusia baik lahir maupun batin dari hal-hal yang berhubungan dengan agama. Ijma' yang otentik adalah yang ada padanya As-Salaf Ash-Sholih, karena setelah mereka terjadi banyak perselisihan dan umatpun telah bertebaran.

Lalu beliaupun menjelaskan dalam kitabnya Minhajus Sunnah bahwa madzhab mereka (Ahlus Sunnah wal Jama'ah) telah ada sejak lama dan sudah dikenal sebelum Allah Subhanahu wa Ta'ala menciptakan Abu Hanifah, Malik, Syafi'i dan Ahmad, karena dia adalah madzhabnya para sahabat yang telah mengambilnya dari Nabi mereka, dan siapa yang menyelisihi hal itu maka dianggap ahlil bid'ah menurut Ahlus Sunnah.

Kemudian beliau menjelaskan sebab penisbatan Ahlus Sunnah wal Jama'ah kepada Imam Ahmad bin Hanbal, dengan berkata : Dan Ahmad bin Hanbal walaupun sudah terkenal sebab imam Ahlus Sunnah dan kesabarannya dalam ujian, tidaklah itu semua karena diia besendirian dalam pendapat tersebut atau mencetuskan satu pendapat yang baru akan tetapi karena As-Sunnah sudah ada dan terkenal sebelumnya yang beliau ketahui dan dakwahkan seta bersabar dalam ujian yang menimpanya serta tidak menyempal darinya.

[Disalin dari Kitab Limadza Ikhtartu Al-Manhaj As-Salafy, edisi Indonesia Mengapa Memilih Manhaj Salaf (Studi Kritis Solusi Problematika Umat) oleh Syaikh Abu Usamah Salim bin 'Ied Al-Hilaly, terbitan Pustaka Imam Bukhari, penerjemah Kholid Syamhudi]
_________
Foote Note.
[1] Al-Lalika'iy menceritakan tentang zaman-zaman yang waktu itu Islam masih jaya dan ilmu nabawiy masih kokoh sekali serta belum disentuh ahlil bid'ah, akan tetapi kita berada dizaman keterasingan, kita lihat banyak dari ahli bid'ah penghapal Al-Qur'an dan berlajar hadits nabawi maka kita jangan tercengang dan untuk siapa kita sedih ; karena kita telah mengetahui penjelasannya dalam Sunnah Nabi yang shahih dimana Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah mengkhabarkan kenyataan yang tidak dapat ditolak ini kecuali Allah Subhanahu wa Ta'ala menghindarkan kita darinya dengan kemurahanNya dan melimpahkan rahmatnya kepada kita, maka hendaknya sadarlah wahai para penuntut ilmu syar'i akan hakikat masalah ini sehingga mengetahui kepada siapa megambil agama ini. Sungguh telah disabdakan Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Artinya : Termasuk alamat-alamat hari kiamat diambilnya ilmu dari ahlil bid'ah"

Dikeluarkan oleh Ibnul Mubarak dalam kitab Az-Zuhud (61) dan Alaalika'i dalam Syarhul Ushul I'tikad Ahlus Sunnah wal Jama'ah (102) dari jalan Ibnu Lahi'ah dari Bakr bin Sawaadah dari Abi Umayah Al-Jumahiy secara marfu'. Saya berkata : dan ini sanadnya shahih ; karena hadits Ibnu Lahi'ah shahih jika diriwayatkan dari jalan Al-Abadillah dari beliau dan Ibnu Mubarak termasuk Al-Abaadilah tersebut. Ibnul Mubarak berkata bahwa makna Al-Ashaaghir adalah ahlil bid'ah.

Hadits ini memiliki syahid (penguat) dari hadits Ibnu Mas'ud yang dihukumi marfu' ; karena tidak dikatakan menurut pemikiran dan ijtihadnya, dan lafadznya adalah :

"Artinya : Manusia senantiasa dalam kebaikan selama ilmu datang kepada mereka dari para sahabat Muhammad Shallallahu 'alihi wa sallam dan tokoh-tokoh mereka, dan jika datang kepada mereka ilmu tersebut dari selain tokoh ulama mereka, maka itulah waktu kehancurannya"

Diriwayatkan oleh Ibnul Mubarak (851) dan Alaalika'i (101) dan yang lainnya.

Jika ada yang berkata bukankah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Artinya : Membawa ilmu ini dari setiap generasi orang-orang adilnya yang menghilangkan darinya penyimpangan orang yang sesar dan ajaran orang yang merusak (agama) serta ta'wilnya orang-orang bodoh"

Hasan Lighairihi sebagaimana telah saya jelaskan dalam juz khusus yang saya beri nama Tahrirul Qaul fi Tashhoho Haditstsil Udul

Saya jawab : Benar, akan tetapi belumkah kamu membaca tulisannya Imam Nawawiy dalam kitab Tahdzib Al-Asma wa Lughaat (1/17) setelah menyebutkan hadits ini : Dan ini berita dari beliau tentang perlindungan, penjagaan ilmu dan keadilan pembawanya dan memberitahukan bahwa Allah memberikan taufiq pada setiap generasi orang-orang adil yang membawa ilmu dan menghilangkan penyimpangan darinya dan yang setelahnya tidak akan hilang dan ini penegasan akan keadilan pembawa ilmu (ulama) pada setiap zaman dan begitulah kenyataannya, walillahil hamd. Dan ini termasuk tanda-tanda kenabian dan tidak mengapa hal ini dengan munculnya sebagian orang-orang fasiq yang mengenal sedikit ilmu karena hadits ini hanya mengkhabarkan bahwa orang-orang adillah yang membawa ilmu ini bukan berarti selain mereka tidak mengenal sedikitpun dari ilmu tersebut. Dan saya telah menjelaskan lebih panjang lagi masalah ini dalam kitab Hilyatul Aalimil Mualim wa Mulghatuth Tholib Al-Mutaallim dan ini diterbitkan oleh Darut Tauhid - Riyadh

AS-SALAFIYAH, FIRQATUN NAJIYAH (GOLONGAN YANG SELAMAT) DAN THAIFATUL MANSHURAH (KELOMPOK YANG MENANG)

Oleh
Syaikh Abu Usamah Salim bin 'Ied Al-Hilaaly
Bagian Terakhir dari Tujuh Tulisan [7/7]

[4]. Ahlus Sunnah wal Jama'ah

Pembicaraan tentang hal ini ditinjau dari beberapa sisi :

Kedua : Ahlus Sunnah wal Jama'ah Adalah Al-Firqatun Najiyah Dan Ath-Thaifah Al-Manshurah Serta Ahlil Hadits.

Berkata Syaikhhul Islam dalam Majmu' Fatawa 3/129 : Amma ba'du, inilah aqidah Al-Firqatun Najiyah Al-Manshurah sampai tegaknya hari kiamat Ahlus Sunnah wal Jama'ah, dan berkata dalam tempat yang lain 3/159 : Dan jalan mereka adalah agama Islam yang Allah Subhanahu wa Ta'ala telah mengutus dengannya Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, akan tetapi ketika Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mengkahabarkan bahwa : Umatnya akan berpecah belah menjadi tujuh puluh tiga golongan, semuanya di nereka kecuali satu yaitu Al-Jama'ah dan dalam hadits yang lain beliau bersabda : mereka adalah yang berada seperti yang aku dan para sahabatku ada sekarang, maka jadilah orang-orang yang berpegang teguh kepada Islam yang murni dan bersih dari campuran adalah Ahlus Sunnah wal Jama'ah ada pada mereka orang-orang Shiddiq, syuhada dan orang-orang shalih dan dari mereka-mereka ini terdapat para tokoh-tokoh Ulama dan pelita umat yang memiliki kebesaran dan keutamaan yang terkenal serta ada pada mereka Al-Abdaal yaitu para imam yang telah disepakati kaum muslimin dalam petunjuk dan ilmu mereka. Merekalah Ath-Thaifah Al-Manshurah yang diceritakan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Artinya : Senantiasa ada dari umatku sekelomok orang yang menegakkan kebenaran tidak merugikannya orang yang menghina sampai datangnya hari kiamat"

Kita memohon kepada Allah yang Maha Agung untuk menjadikan kita termasuk dari mereka dan untuk tidak menyesatkan hati-hati kita setelah mendapat petunjuk serta menganugrahkan kita rahmat dariNya karena Dia adalah Al-Wahaab (yang Maha Pemberi). Wallahu a'lam.

Dan berkata juga dalam 3/345 : Oleh karena itu Al-Firqatun Najiyah disifatkan sebagai Ahlus Sunnah wal Jama'ah dan mereka adalah mayoritas terbesar dan As-Sawadullah Al-A'zham.

Berkata lagi beliau 3/347 : Dengan demikian jelaslah bahwa orang yang paling berhak dijadikan sebagai Al-Firqatun Najiyah adalah Ahlul Hadits dan As-Sunnah yang tidak memiliki satu tokohpun yang diikuti secara fanatik kecuali Rasulullah sedangkan mereka adalah orang-orang yang paling mengetahui ucapan dan perbuatan Rasulullah, yang paling dapat membedakan yang shahih dan yang lemah dari hal tersebut sehingga para imam mereka adalah orang-orang yang faqih dan paling mengenal makna hadits-hadits tersebut dan paling mengikutinya secara keyakinan, amalan, kecintaan dan memberi loyalitas kepada orang-orang yang memiliki loyalitas kepadanya dan membenci orang yang membencinya, merekalah orang-orang yang mengembalikan perkataan-perkataan yang tidak pasti kepada apa yang ada didalam Al-Kitab dan As-Sunnah sehingga mereka tidak menetapkan satu perkataan lalu menjadikannya termasuk pokok-pokok agama dan pendapat mereka jika tidak ada ketetapannya pada apa yang telah dibawa Rasulullah bahkan menjadikan semua yang dibawa Rasullullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dari Al-Kitab dan As-Sunnah sebagai pokok (sumber) yang mereka yakini dan sandari.

Ketiga : Antara Ahlus-Sunnah Wal Jamaah Dan Salafiyah

Banyak dari kalangan kelompok Ahlul Bid'ah dan golongan-golongan sesat yang menggunakan nama Ahlus-Sunnah Wal Jama'ah untuk menyimpangkan orang-orang awam dari dari kaum muslimin dari fitrah mereka.

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu' Fatwa 3/346 "Banyak orang-orang menyebutkan tentang golongan-golongan ini dengan hukum prasangka dan hawa nafsu lalu menjadikan kelompoknya dan orang yang menisbatkan dirinya dan memberikan loyalitas kepada tokoh pemimpin yang diikutinya adalah ahlus-Sunnah Wal Jama'ah dan menjadikan orang-orang yang mnyelisihinya sebagai Ahlul Bid'ah, hal ini merupakan kesesatan yang nyata, karena ahlul Haq was-Sunnah Wal Jama'ah tidak punya panutan kecuali Rosulullah Shalallahu 'Alaihi wasalam ".

Sebagian mereka memasukan kelompok Asyariyah sebagai bagian dari Ahlus-Sunnah Wal Jama'ah sebagaimana yang dilakukan oleh Abdul Qahir bin Thoohir Al Baghdadiy wafat tahun 429 H dalam Al Farqu Bainal Firaq hal.313, dalam perkataannya :"Ketahuilah semoga Allah subhanuhu Wa Ta'ala memberikan kebahagian kepada kalian -Sesungguhnya ahlus-Sunnah Wal Jama'ah ada delapan kelompok :

Sekelompok mereka memiliki ilmu tentang bab-bab pembahasan tauhid dan nubuwah, hukum-hukum Alwa' wal Wa'id, pahala dan dosa, syarat-syarat ijtihad, keimamahan dan kepemimpinan dan mereka ini berjalan pada bidang dari ilmu ini jalannya saufatiyah (orang yang menetapkan sifat) dari kalangan ahlil kalam yang berlepas diri dari Tasybih dan Ta'thil dan dari kebida'han Rafidhoh, Khawarij, Jahmiyah dan An-Najariyah dan seluruh ahli hawa yang sesat.

Sebagian mutaakhirin menyangka bahwa umat Islam telah menyerahkan kepemimpinannya dalam masalah aqidah kepada Asy'ariyah dan Maturidiyah, berkata Sa'id hawa dalam kitab Jaulatun Fil Fiqhaini hal. 22, 66, 81 dan 90 : " Dan umat ini telah menyerahkan permasalahan i'tiqad kepada dua orang yaitu Abul Hasan Al-Asy'ariy dan Abu Manshur Al Maturidiy" dan berkata Azzabidiy dalam kitab Ithaafis Saadatil Muttaqiin (2/6):" Jika disebutkan Ahlus-Sunnah Wal Jama'ah yang dimaksud adalah Asy'ariy dan Maturidiyah..."

Akhirnya istilah Ahlus-Sunnah Wal Jama'ah telah menjadi longgar yang masuk padanya orang-orang yang memiliki penyimpangan dalam aqidah khususnya masalah sifat-sifat Allah Subhanahu wa Ta'ala, oleh karena itu sepatutnya menggunakan kata Salafiyah untuk menunjukan Al-Firqatun-Najiyah, Ath-Thoifah Al Manshurah, Al-Ghuraba dan Ahlil Hadits.

Sebagian Dai yang tetap terus menggunakan kata Ahlus-Sunnah Wal Jama'ah berkata : Apa pendapatmu jika ada beberapa kaum lalu mengaku Salafiyah sedang mereka dari kelompok-kelompok yang menyimpang, apakah kamu akan meninggalakan kata Salafiyah dan menggantinya dengan yang lain ?

Jawabannya dari beberapa sisi:

[a] Anggapan ini menghasilkan mata rantai yang tidak ada ujungnya. maka hal itu bathil.

[b] Ini merupakan anggapan (hipotesa) pada permasalahan yang belum terjadi lagi sedangkan para Salaf membenci pertanyaan tentang perkara-perkara yang dianggaop ada dan masalah-masalah khayalan pemikiran.

[c] Klaim (pengakuan) kelompok-kelompok ini yang belum kita lihat dan belum kita dengar terhadap manhaj Salaf merupakan benturan terhadap pemikiran-pemikiran mereka karena manhaj Salaf mengharuskan pengikutnya untuk mengikuti jalannya para sahabat, hal ini tampak jelas dengan keterangan berikut :

[d] Semua kelompok-kelompok yang menisbatkan diri kepada Ahlus-sunnah wal Jama'ah tidak ada yang berani mengatakan : Saya Salafiy.
Kelompok-kelompok yang terkenal dengan kebidahannya tidak ada yang mengaku bermadzhab Salaf dan mengikuti ajarannya.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata dalam Majmu Faatwa 4/155 : " Yang dimaksud disini bahwa kelompok-kelompok yang terkenal diantara Ahlus-Sunnah Wal Jama'ah yang memiliki kebidahan sesungguhnya tidaklah mengikuti ajaran Salaf, apalagi kelompok ahlul bid'ah yang termasyhur yaitu Rafidah, sampai-sampai orang awam tidak mengenal syiar kebidahan kecuali Rafidhah, sedangkan sunniy dalam istilah mereka adalah orang yang tidak syiah dan demikianlah karena mereka paling menyelisihi hadits-hadits nabi dan makna Al-Qur'an dan yang paling mencela Salaf umat ini dan para imamnya serta melecehkan mayoritas umat dari macam-macam kelompok, sehingga ketika mereka semakin jauh dari mengikuti salaf maka yang paling masyhur dalam kebid'ahan. Sehingga diketahui bahwa syiar ahlul bid'ah adalah tidak mengikuti ajaran mengikuti salaf, oleh karena itu berkata Imam Ahmad dalam Risalah Abdus bin Malik : Ushul As-Sunnah menurut kami adalah berpegang teguh dengan apa yang difahami para sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Kemudian berkata lagi (4/156) : "Adapun (anggapan) ajaran salaf termasuk menjadi syi'ar Ahlul Bid'ah maka itu satu kebatilan karena hal itu tidak mungkin kecuali ketika kebodohan meraja lela dan ilmu sedikit".

Oleh karena itu kita berbahagia dari balik keterus terangan ini sebagai langkah awal kepada dakwah Salafiyah yang tegak diatas Al-Kitab dan As-Sunnah yang shahih dengan pemahaman As-Salaf Ash-Shalih untuk memasukkan kelompok-kelompok yang menisbatkan diri kepada imam yang empat dalam fiqih (Abu Hanifah, Malik, Asy-Syafi'i dan Ahmad (pent)) kedalam ruang lingkup Ahlus Sunnah Wal Jama'ah...Sedangkan yang tersembunyi biarlah sembunyi.

Kalau ada yang mengatakan : "Ini tidak terbesit dalam pikiran kami, sedangkan Allah Subhanahu wa Ta'ala mengetahui keadaan kita".

Saya jawab : Alanglah pasnya ucapan penyair.
Jika kamu tidak tahu maka itu satu musibah

Atau kamu tahu maka musibahnya lebih besar.
Seandainya bukan karena kitab ini kitab dasar sungguh saya akan panjang lebarkan dalam perinciannya.


[Disalin dari Kitab Limadza Ikhtartu Al-Manhaj As-Salafy, edisi Indonesia Mengapa Memilih Manhaj Salaf (Studi Kritis Solusi Problematika Umat) oleh Syaikh Abu Usamah Salim bin 'Ied Al-Hilaly, terbitan Pustaka Imam Bukhari, penerjemah Kholid Syamhudi]